Presiden Brasil Jair Bolsonaro kembali menuai kontroversi. Setelah menyatakan akan mengikuti jejak Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memutus hubungan dengan WHO, Bolsonaro 'berulah' lagi.
Brasil mencatatkan rekor jumlah kematian akibat virus Corona (COVID-19) dengan hampir menyentuh angka 36.000. Namun, Bolsonaro justru membatasi data tersebut. Pembatasan data Corona ini pun memicu banyak kritikan.
Seperti dilansir dari Washington Post, Senin (8/6/2020) sejak awal pandemi, Kementerian Kesehatan Brasil telah mengelola data yang terperinci dan kuat soal penyebaran dan jangkauan virus Corona, yang kini menginfeksi 672.000 orang. Data angka kematian termasuk di dalamnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, informasi itu menghilang dari situs resmi pemerintah pada hari Sabtu (6/6). Informasi ini digantikan oleh penghitungan harian yang hanya menunjukkan angka-angka dari 24 jam sebelumnya.
Penghapusan data kumulatif yang tiba-tiba ini menyulut kontroversi. Bolsonaro berulang kali mempertanyakan keakuratan data dan semakin tegas dalam upayanya untuk membatasi akses ke data tersebut.
Pemerintahannya menjadwal ulang rilis data harian Minggu lalu, sehingga akan keluar setelah tenggat waktu surat kabar dan program berita malam. Bolsonaro mengatakan pada hari Jumat (5/6) bahwa penundaan itu "menghentikan kisah-kisah di Jurnal Jurnal Nasional'," sebuah acara berita malam yang populer.
Salah satu pejabat Kepala Kesehatan Brasil, yang ditunjuk awal bulan ini, juga berupaya untuk merusak angka Corona negara itu pada Jumat (5/6). Carlos Wizard, Sekretaris Bidang Sains dan Teknologi Kementerian Kesehatan Brasil mengatakan penghitungan baru harus tersedia dalam waktu satu bulan.
"Saya percaya akan ada data yang lebih dapat dipercaya karena jumlah yang kita miliki saat ini fantastik atau dimanipulasi," katanya.
Tanpa berdasar bukti, Carlos mengatakan bahwa data telah digelembungkan oleh pejabat kesehatan setempat yang, "murni demi kepentingan mendapatkan anggaran kota dan negara bagian yang lebih besar," sebut dia.
Tonton juga video 'Protes Kematian George Floyd Pecah di Brazil':
Dewan Sekretaris Kesehatan Nasional pun membantah tuduhan ini. "Komentarnya yang menjijikkan... Kami bukan pedagang maut," kata kata Dewan Sekretaris Kesehatan Nasional dalam sebuah pernyataannya.
Bolsonaro sebelumnya menyatakan sedang mengkaji soal pemutusan hubungan dengan WHO. Dia menuduh WHO memiliki 'bias ideologis'.
"Saya memberitahu Anda sekarang, Amerika Serikat meninggalkan WHO, dan kita sedang mempelajari itu, di masa mendatang. Entah WHO bekerja tanpa bias ideologis, atau kita keluar juga," tegas Bolsonaro kepada wartawan di luar istana kepresidenan Brasil, seperti dilansir AFP, Sabtu (6/6).
Bolsonaro menyebut bahwa tidaklah kebetulan bahwa beberapa hari usai pengumuman Trump, WHO mengumumkan penangguhan uji coba klinis hydroxychloroquine untuk virus Corona. WHO menghentikan uji coba usai kajian utama membahas kekhawatiran soal keamanan dan efektivitas obat malaria itu dalam mengobati virus Corona.
Dalam komentarnya, Bolsonaro menuduh langkah WHO melanjutkan uji coba itu disebabkan karena organisasi itu telah kehilangan kontribusi tahunan AS sebesar US$ 400 juta. "Trump memangkas dana mereka, dan mereka (WHO-red) mengambil langkah mundur pada segalanya. Chloroquine kembali," ucapnya.