Jakarta -
MUI DKI Jakarta akhirnya menyatukan suara dengan MUI Pusat perihal salat Jumat di tengah pandemi Corona (COVID-19). Awalnya MUI DKI telah menyatakan sikap, meski MUI Pusat belum memutuskan setuju atau tidak dengan wacana salat Jumat dua gelombang.
"Atas nama MUI DKI Jakarta pertama kami sekali lagi sami'na wa atha'na dengan fatwa yang dikeluarkan MUI Pusat," kata Ketua Umum MUI DKI Munahar Muchtar di kantor MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/6/2020).
Munahar menjelaskan soal sifat fatwa MUI DKI sebelumnya. "Dan memang fatwa MUI DKI manakala diperlukan untuk ada perubahan fleksibel saja," kata Munahar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fatwa MUI DKI yang dimaksud, bernomor 05 Tahun 2020 tentang hukum dan panduan salat Jumat lebih dari satu kali pada saat pandemi COVID-19. Fatwa dikeluarkan setelah membaca surat dari Sekretaris Daerah DKI Jakarta nomor 469/-0.856 perihal permohonan panduan pelaksanaan peribadatan dan kegiatan keagamaan.
Fatwa ini ditetapkan pada Selasa (2/6). Surat ketetapan diteken Ketua Bidang Fatwa MUI DKI Zulfa Mustofa, Sekretaris MUI DKI Fuad Thohari, Sekretaris Umum MUI DKI Yusuf Aman dan Ketua Umum MUI DKI Munahar Muchtar.
Dalam pembuatan fatwa tersebut, MUI DKI menimbang sejumlah hal. MUI DKI menetapkan bahwa salat Jumat dalam dua gelombang boleh dilakukan dalam satu masjid. Jika hal itu tidak bisa dilaksanakan, salat Jumat diganti dengan salat Zuhur.
Berikut isi ketetapan fatwa MUI DKI:
Pertama : Ketentuan Umum
1. Bahwa yang dimaksud dengan ta'addud al-jumuah adalah pelaksanaan shalat Jumat lebih dari satu kali, baik dilakukan dalam satu masjid atau banyak masjid;
2. Bahwa yang dimaksud tempat selain masjid adalah tempat yang dianggap layak untuk menyelenggarakan shalat jumat seperti mushalla, aula, lapangan, dan tempat lain.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Menyelenggarakan shalat Jum'at tidak dilakukan di masjid jami', misalnya di mushalla, aula atau tempat lain yang suci dan layak, hukumnya boleh dan sah, dengan ketentuan:
a. Dilaksanakan di waktu dzuhur
b. Didahului dua (2) khutbah jum'at yang memenuhi ketentuan
c. Jumlah jama'ah shalat Jumat minimal 40 orang laki-laki dewasa
2. Menyelenggarakan shalat Jumat dalam situasi pandemi covid-19 di mana kapasitas masjid hanya boleh diisi 40% jama'ah yang menyebabkan masjid tidak cukup menampung jama'ah, maka shalat jum'at boleh dilakukan dengan ketentuan:
a. Ta'addud al-jumuah lebih dari satu masjid dalam satu kawasan;
b. Shalat jum'at boleh dilakukan dua shift dalam satu masjid dengan imam dan khotib berbeda;
c. Apabila klausul a tidak bisa dilakukan, maka pelaksanaan shalat jum'at pindah menerapkan klausul b;
d. Apabila klausul a dan b tidak bisa dilaksanakan, maka shalat jum'at diganti dengan shalat dzuhur
MUI Pusat juga akhirnya mengeluarkan fatwa terkait pedoman salat Jumat di tengahpandemi Corona. Fatwa ini diumumkan setelah dibahas panjang selama 3 hari 3 malam. Atas hal itu, MUI DKI pun menyampaikan apresiasi terhadap Fatwa Nomor 31 tahun 2020 yang dikeluarkan komisi MUI Pusat.
"Komisi Fatwa rampungkan fatwa terkait penyelenggaraan salat Jumat dan jemaah untuk mencegah penularan wabah COVID, setelah dilakukan muthalaah dan pembahasan maraton tiga hari tiga malam," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'Am Sholeh dalam keterangannya.
Dalam fatwa tersebut, MUI menyatakan saf jemaah boleh renggang karena bagian dari penerapan jaga jarak fisik untuk mencegah penularan COVID-19. Jemaah salat Jumat juga diminta menggunakan masker.
Komisi Fatwa MUI juga mengingatkan jemaah membawa sajadah sendiri, wudu di rumah, dan menjaga jarak aman. Bagi jemaah yang sakit dianjurkan salat di kediaman masing-masing.
Selain itu, Komisi Fatwa MUI mengingatkan agar khotbah dipersingkat dan dalam salat dipilih bacaan surat Al-Qur'an yang pendek.
Berikut ini isi Fatwa MUI tentang penyelenggaraan Salat Jumat untuk mencegah penularan COVID-19:
FATWA NOMOR 31 TAHUN 2020 TENTANG PENYELENGGARAAN SHALAT JUM'AT DAN JAMAAH UNTUK MENCEGAH PENULARAN WABAH COVID-19
I. KETENTUAN HUKUM
A. Perenggangan Saf Saat Berjamaah
1. Meluruskan dan merapatkan saf (barisan) pada shalat berjamaah merupakan keutamaan dan kesempurnaan berjamaah.
2. Shalat berjamaah dengan saf yang tidak lurus dan tidak rapat hukumnya tetap sah tetapi kehilangan keutamaan dan kesempurnaan jamaah.
3. Untuk mencegah penularan wabah COVID-19, penerapan physical distancing saat shalat jamaah dengan cara merenggangkan saf hukumnya boleh, shalatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah karena kondisi tersebut sebagai hajat syar'iyyah.
B. Pelaksanaan Shalat Jum'at
1. Pada dasarnya shalat Jum'at hanya boleh diselenggarakan satu kali di satu masjid pada satu kawasan.
2. Untuk mencegah penularan wabah Covid-19 maka penyelenggaraan shalat Jumat boleh menerapkan physical distancing dengan cara perenggangan saf.
3. Jika jamaah shalat Jum'at tidak dapat tertampung karena adanya penerapan physical distancing, maka boleh dilakukan ta'addud al-jumu'ah (penyelenggaraan shalat Jum'at berbilang), dengan menyelenggarakan shalat Jum'at di tempat lainnya seperti mushalla, aula, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan stadion.
4. Dalam hal masjid dan tempat lain masih tidak menampung jamaah shalat Jum'at dan/atau tidak ada tempat lain untuk pelaksanaan shalat Jum'at, maka Sidang Komisi Fatwa MUI berbeda pendapat terhadap jamaah yang belum dapat melaksanakan shalat Jum'at sebagai berikut:
a. Pendapat pertama, jamaah boleh menyelenggarakan Shalat Jum'at di masjid atau tempat lain yang telah melaksanakan shalat jum'at dengan model shift, dan pelaksanaan shalat Jum'at dengan model shift hukumnya sah.
b. Pendapat Kedua, jamaah melaksanakan shalat zuhur, baik secara sendiri maupun berjamaah, dan pelaksanaan shalat Jum'at dengan model shift hukumnya tidak sah.
Terhadap perbedaan pendapat di atas (point a dan b), dalam pelaksanaannya jamaah dapat memilih salah satu di antara dua pendapat dengan mempertimbangkan keadaan dan kemaslahatan di wilayah masing-masing.
C. Penggunaan Masker Saat Shalat
1. Menggunakan masker yang menutup hidung saat shalat hukumnya boleh dan shalatnya sah karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat shalat.
2. Menutup mulut saat shalat hukumnya makruh, kecuali ada hajat syar'iyyah. Karena itu, shalat dengan memakai masker karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah COVID-19 hukumnya sah dan tidak makruh.
II. REKOMENDASI
1. Pelaksanaan shalat Jumat dan jamaah perlu tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, membawa sajadah sendiri, wudlu dari rumah, dan menjaga jarak aman.
2. Perlu memperpendek pelaksanaan khutbah Jum'at dan memilih bacaan surat al-Quran yang pendek saat Shalat.
3. Jamaah yang sedang sakit dianjurkan shalat di kediaman masing-masing.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Syawal 1441 H/4 Juni 2020 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
PROF. DR. H. HASANUDDIN AF
Ketua
DR. HM. ASRORUN NI'AM SHOLEH, MA
Sekretaris
Mengetahui,
DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KH. MUHYIDDIN JUNAEDI, MA
Wakil Ketua Umum
DR. H. ANWAR ABBAS, MM, MAg
Sekretaris Jenderal
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini