SBSI: Upah Minimum Jauh dari Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Kamis, 22 Des 2005 08:48 WIB
Jakarta - Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) menilai penetapan upah minimum di Indonesia sangat jauh dari pemenuhan kebutuhan hidup dasar buruh. Tingkat upah di Indonesia khususnya di sektor industri lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapore, Brunei, dan Philipina.Hal tersebut terungkap dari hasil penelitian Konfederasi SBSI tentang dampak kebijakan upah minimum terhadap produktifitas buruh atau pekerja dan perusahaan di Indonesia yang dikirimkan sebagai rilis ke redaksi detikcom, Kamis (22/12/2005).Disebutkan, penelitian dilakukan pada periode Mei hingga November 2005 dengan mengambil sampel di 30 perusahaan yang dipilih secara acak dan lingkup atau jenis sector industrinya seperti di sektor garment dan tekstil, elektronika, pertambangan, transportasi, dan kehutanan.Dari perusahaan yang dilakukan penelitian, sebagaian besar perusahaan tersebut menerapkan kebijakan upah minimum terhadap para buruhnya. Kebijakan tersebut bahkan juga diterapkan di perusahaan milik negara. Penelitian tersebut dilakukan di sentra industri Jakarta, Tangerang, Karawang, Surabaya, Bandung, Sumatera Utara, Batam, dan Riau.Dari survey tersebut, tingkat pengeluaran para buruh setiap bulan dikategorikan atas dua kelompok. Kelompok pertama dengan pengeluaran antara Rp. 900.000-1.200.000/bulan dan kelompok kedua dengan pengeluaran antara Rp. 1.500.00-1.800.000 per bulan. Mayoritas sampel yang diambil adalah buruh yang sudah berumah tangga. Dari asumsi pengeluaran tersebut, maka kebijakan upah di wilayah tersebut minimal Rp. 1.365.000. Jadi sebagai contoh untuk wilayah DKI Jakarta, dengan penetapan upah minimum untuk tahun 2006 sebesar Rp. 819.000, maka setiap bulan para buruh akan minus (menombok) upah perbulannya Rp. 1.365.000 Rp. 819.000 = Rp. 546.000. Tingginya pengeluaran perbulan para buruh tersebut hampir 50 persen untuk biaya transportasi. Selebihnya habis untuk biaya kebutuhan sehari hari, dan bayar uang sekolah anak anaknya.Hampir 70 persen dari responden menyatakan upah yang diterima setiap bulan tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar keluarga. Sebanyak 65 persen responden menyatakan upah adalah factor kunci utama dan yang paling menentukan tingkat produktifitas tenaga kerja. Upah sangat memiliki hubungan erat dengan produktifitas kerja para buruh tersebut, karena dengan upah yang memadai dapat memotivasi para buruh untuk bekerja untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Semangat kerja adalah factor kunci yang mempengaruhi produktifitas buruh, dan semuanya itu terletak pada upah. Berdasarkan keterangan para kepala personalia perusahaan yang diwawancara, mayoritas manager HRD/Personalia mengatakan kebijakan upah yang diberlakukan di perusahaan masing masing lebih banyak mengacu pada kebijakan upah minimum. Mereka mengatakan upah para buruh ditetapkan oleh perusahaan berdasarkan kemampuan keuangan perusahaan. Mereka mengakui produktifitas perusahaan sangat dipengaruhi oleh upah buruhnya, dan setuju kebijakan upah minimum yang layak akan memberikan dampak positif terhadap produktifitas para buruhnya.Berdasarkan hal tersebut Konfederasi SBSI mendesak para pengusaha di Indonesia harus menunjukkan tanggung jawab sosial dalam menjamin kebutuhan hidup para buruh beserta keluarganya dengan cara memberikan upah yang layak.Konfederasi SBSI juga menghimbau kepada pemerintah SBY-Kalla agar dalam menerapkan kebijakan Mengundang Investor ke Indonesia harus memperhatikan prinsip prinsip keadailan dalam system pengupahan, agar kesalahan Soeharto dalam menerapkan kebijakan upah murah tidak terulang lagi.
(gtp/)