Kementerian Agama akan menerbitkan aturan pembukaan rumah ibadah saat tatanan hidup baru atau 'new normal' dimulai. Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengatakan pihaknya siap melaksanakan protokol kesehatan saat beribadah.
"DMI seruan dua kali di maklumat DMI itu sudah cukup mengantisipasi untuk 'new normal' ke depan pola kehidupan, pola sosial dalam masjid itu sudah dirancang untuk itu. Paling nanti tetap menerapkan protokol, seruannyalah tidak bisa dipaksakan. Kalau dipaksakan DMI bukan lembaga penegak hukum," kata kata Sekjen DMI Imam Addarqutni kepada wartawan, Rabu (27/5/2020).
Baca juga: Kerinduan Jokowi-Ma'ruf pada Rumah Ibadah |
Imam mengatakan masjid nanti akan mengatur jarak pada tiap-tiap jamaah saat melakukan salat. Seperti meluruskan saf tapi berjarak satu meter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanti itu misalnya di masjid harus berjarak dengan prinsip physical distancing itu satu meter 1 meter paling dekat," sebut Imam.
Imam menyebut pemaknaan rapatkan saf salat tentu tak bisa disamakan dengan situasi sebelum pandemi. Dia menyebut pandemi virus Corona telah merubah kehidupan masyarakat, termasuk penyesuaian tata cara ibadah untuk mencegah penularan virus.
"Sehingga pemaknaan bahwa rapatkan barisan itu, itu sudah rapat tidak seperti biasa, itu new normal. Memang ada transformasi masyarakat baru karena memang sudah kelelahan kita menunggui ini secara sosial dan ekonomi," ungkapnya.
Rumah Ibadah Boleh Dibuka Kembali Saat New Normal, Tapi Ada Syaratnya:
Pemerintah, lewat Kementerian Agama (Kemenag), segera menerbitkan aturan pembukaan rumah ibadah dengan prosedur 'new normal' di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Aturan akan diterbitkan pekan ini.
"Apakah sudah siap? Kita sudah siap, aturan sudah siap. Kami akan terbitkan dalam minggu ini," ujar Menag Fachrul Razi seusai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Rabu (27/5).
Pembukaan rumah ibadah harus melalui beberapa syarat, seperti daerah tersebut minim penyebaran COVID-19. Rumah ibadah ini berlaku untuk semua agama.
"Kita membuat sangat fair sekali. Kalau dulu ada yang protes, 'Pak, yang zona merah di kabupaten, kami kecamatan 55 kilometer dari kabupaten, masa kami nggak boleh salat?' Atau, 'Ada yang katakan kami 20 KK di kompleks, tapi kecamatan 10 kilometer.' Kami jawab dengan tempat ibadah direkomendasi kepala desa dan camat mengizinkan. Jadi fair sekali," kata Fachrul.