Mahkamah Agung (MA) memutuskan Angkasa Pura Logistik tidak melakukan praktik monopoli di Bandara Sultan Hasanuddin, Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel). Menurut MA, meskipun PT Angkasa Pura Logistik menguasai pasar, tapi dia bukan penentu harga.
Kasus bermula saat investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki dugaan praktik monopoli di Bandara Sultan Hasanuddin. Investigator menemukan Angkasa Pura Logistik menjadi satu-satunya yang memberikan pelayanan jasa pemeriksaan dan pengendalian keamanan kargo.
KPPU yang menerima laporan itu kemudian menggelar sidang. Pada 14 Juni 2017, KPPU memutuskan Angkasa Pura Logistik bersalah melanggar Pasal 17 ayat 1 dan 2 UU Nomor 5 Tahun 1999. Pasal 17 berbunyi:
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila :
barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya; atau
mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Akhirnya KPPU menghukum PT Angkasa Pura Logistik denda sebesar Rp 6,5 miliar.
Angkasa Pura Logistik tidak terima dan menyatakan banding. Pada 5 September 2017, PN Jakpus memutuskan Angkasa Pura Logistik tidak bersalah melakukan praktik monopoli. Ternyata perkara belum selesai. Giliran KPPU yang tidak puas dan mengajukan kasasi.
Pada 28 Maret 2018, majelis kasasi kembali membalik keadaan dengan memenangkan KPPU. MA menguatkan putusan KPPU yang menghukum Angkasa Pura Logistik sebesar Rp 6,5 miliar.
Vonis kasasi ini membuat Angkasa Pura Logistik tidak patah arang. Upaya hukum pamungkas diambil Angkasa Pura Logistik dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Apa kata majelis PK?
"Membatalkan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 08/KPPU-L/2016 tanggal 14 Juni 2017. Menyatakan Pemohon Keberatan tidak terbukti melanggar Pasal 17 ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," demikian bunyi putusan MA yang dilansir website MA, Selasa (26/5/2020).
Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Syamsul Maarif PhD dengan anggota hakim agung IGA Sumanatha dan hakim agung Ibrahim. Menurut majelis, besaran biaya Pelayanan Jasa Kargo dan Pos Pesawat Udara (PJKP2PU) ditetapkan oleh pemegang hak eksklusif usaha bandar udara yaitu PT Angkasa Pura I. Sedangkan besaran tarif PJPK2P ditetapkan oleh Angkasa Pura Logistik dengan mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 153 Tahun 2015 serta setelah konsultasi dengan pengguna/konsumen melalui perwakilannya.
"Sehingga meskipun menguasai pasar Pemohon Peninjauan Kembali (Angkasa Pura Logistik-red) bukan penentu tarif (price maker)," ujar Syamsul Maarif yang juga mantan Ketua KPPU itu.