Dalam tempo dua bulan para ahli lintas bidang dan lembaga mampu menciptakan dan memproduksi beragam alat kesehatan untuk membantu menangani pandemi COVID-19. Selain harganya jauh lebih murah, kualitas produk hasil inovasi anak negeri itu diklaim lebih baik ketimbang impor.
"Ini membuktikan kalau mau bersatu, bersinergi, dan mengesampingkan ego sektoral kita bisa," kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza kepada tim Blak-blakan detik.com, Jumat (22/5/2020).
Lewat BPPT, dia mengorkestrasi Satuan Tugas Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penanganan COVID-19 (TFRIC-19). Sinergi dan kerja sama antara 11 lembaga litbang, 18 perguruan tinggi, 11 asosiasi atau komunitas, 3 rumah sakit, 2 industri dan 6 start up itu menghasilkan alat kesehatan berupa RDT kit, PCR tes kit, artificial intelligence pendeteksi COVID-19, mobile laboratorium biosafety level 2 (BSL-2) dan emergency ventilator.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di luar itu, BPPT juga telah berhasil mengakselerasi penerapan berbagai inovasi bagi kepentingan industri nasional. Hammam antara lain menyebut teknologi canggih pesawat tempur tanpa awak (drone) Elang Hitam, pendeteksi tsunami, modifikasi cuaca, fasilitas pengisian mobil listrik, biosolar, implant tulang dan gigi, bahan baku obat, hingga produksi garam.
"Kita ingin kaya dengan sumber daya alam, tapi industri farmasi masih impor 96% bahan baku obat. Punya laut dan pantai sangat luas, jadi maritime economy tapi garam masih impor. Whats wrong," kata lelaki kelahiran Medan, 8 Agustus 1962 itu.
Soal garam menjadi perhatian serius BPPT karena selama bertahun-tahun para pihak terkait seolah pasrah dengan kondisi bahwa kualitas garam produksi rakyat di Madura dan NTT di bawah standar. Solusi pintasnya kalangan industri mengimpor lebih dari dua juta ton garam setiap tahun. Padahal para ahli di Indonesia punya kemampuan untuk membantu meningkatkan kualitas garam dimaksud seuai standar industri. "Padahal teknologi pengolahan garam ini kan gak sulit-sulit amat lah," kata Hammam.
Sejak akhir 2019, BPPT hadir untuk meningkatkan kualitas garam nasional hingga 98% agar bisa diserap untuk kepentingan industri. Selain itu, BPPT akan mengolah air limbah PLTU menjadi garam untuk industri dan bisa dibuat menjadi minuman isotonik.
"Bersama PT Garam kami buat pilot project garam industri terintegrasi berkapasitas 40 ribu ton pertahun di Manyar, Jawa Timur," ujar Hammam yang dikenal sebagai ahli teknologi artificial intelligent.
Dia optimistis bilai berbagai teknologi hasil inovasi para ahli di dalam negeri diberi kesempatan dan dimanfaatkan secara optimal, akan mampu menghentikan praktik impor dan menghemat devisa negara triliunan rupiah.
Selengkapnya, saksikan Blak-blakan Kepala BPPT Hammam Riza, "Beragam Inovasi Penghemat Devisa Negara" di detik.com, Senin (25/5/2020).