Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merespons adanya warga yang masih beribadah berjemaah di masjid saat pandemi Corona. Baik NU maupun Muhammadiyah mengingatkan lagi soal kebijakan pemerintah untuk melakukan ibadah di rumah.
"Untuk NU Maret awal kami langsung buat dari lembaga Bahtsul Masail yang kala itu isu yang ada penolakan jenazah, terkait dengan stigma. Itu kami sudah keluarkan dari lembaga Bahtsul Masail, instruksi dibahas para ulama. Ditambah lagi, pertengahan Maret hasil Bahtsul Masail terkait salat Tarawih dan Salat Ied," kata Ketua Satuan Tugas NU Peduli COVID-19 Muhamad Makky Zamzani saat live di YouTube BNPB Indonesia, Kamis (14/5/2020).
"Prinsipnya kita ikuti arahan pemerintah, namun ketika pemerintah lakukan sosialisasi ini perlu penyampaian yang lebih masyarakatlah. Jadi dari hasil ini kami seragamkan ke teman-teman relawan untuk bantu lakukan proaktif call kepada tokoh masyarakat, tokoh agama untuk jelaskan untuk kita sikapi hasil dari Bahtsul Masail ini," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makky menjelaskan dalam instruksi ini tidak ada ketentuan sanksi bagi pelanggar. Jadi perlu adanya imbauan lebih gencar untuk mencegah masyarakat bersikap egois.
"Jadi hal seperti itu yang dilakukan, kalau terkait apakah sanksi atau apa, sebetulnya lebih dominan ayolah kita sama-sama kita jangan egois. Ketika terpaksa sekali, ayolah dilakukan prinsip social distancing-nya bagaimana," sambungnya.
Selaras dengan Makky, Wakil Ketua Bidang Kerjasama dan Advokasi MCCC PP Muhammadiyah Corona Rintawan mengungkapkan Muhammadiyah telah mengeluarkan instruksi mengenai ketentuan ibadah di bulan Ramadhan melalui surat edaran.
"Jika dari kami, kemarin dibahas dan dirapatkan. Nantinya kami akan keluarkan edaran. Akan kami masifkan ke pengurus di wilayah dan daerah supaya bisa dilaksanakan," kata Corona.
"Tentunya kami menyadari Ini bentuknya tidak berupa instruktif ya. Jadi instruksi tetap kita lalukan, tapi dengan adanya surat edaran itu adalah bentuk instruksi dari pemerintah pusat yang harus dilaksanakan di level daerah," lanjutnya.
Menurut Corona, hanya pemerintah yang memiliki wewenang menentukan regulasi dan sanksi. Jadi, Muhammadiyah mengupayakan imbauan dan edukasi untuk masyarakat. Imbauan juga akan disampaikan melalui takmir masjid.
"Biasa kami ada pimpinan wilayah, ada pilihan ranting. kami petakan mana yang ambil kebijakan di level terendah. Jadi koordinasinya melalui itu, jadi bertahap. Jadi melalui sampai ke pimpinan rantingnya kemudian takmirnya," jelas dia.
Dalam menangani pandemi Corona, Baik NU maupun Muhammadiyah telah membentuk satuan tugas (satgas) yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain fungsi pencegahan, Muhammadiyah juga menjalankan fungsi penanganan langsung pasien COVID-19 di rumah sakit.
"Perbedaan kami punya RS, dan tenaga kerja di RS juga relawan karena mereka tidak boleh menolak terus harus lakukan kegiatan dan konsekuensi seperti relawan. Relawan kita ada 40 ribu," ungkap Corona.
Sementara itu, NU cenderung memfokuskan penanganan COVID-19 di institusi pendidikan. Mengingat, lokasi ini memiliki potensi ciptakan kerumunan. Seiring berjalannya waktu, penanganan COVID-19 diperluas melalui program NU Peduli.
"Kami secara nasional bergerak di 5 strategi, promotif, preventif, kuratif, jaringan sosial ekonomi dan koordinasi. Lima kegiatan ini kami buatkan menu. Teman-teman daerah juga lakukan sesuai arahan. NU peduli ini tergabung dalam membawahi semua lembaga, badan otonom maupun profesi. Mereka turut bekerja dan membantu di bawah naungan NU peduli," jelas Makky.
"Pas saat awal-awal ada wabah ini kami fokus di beberapa pesantren karena rata-rata jumlah santri di atas 5 ribu. Itu sangat bahaya sekali kalau pesantren ini terkena ya," sambung Makky.
(idn/idn)