Berbekal data peningkatan angka pemakaman di Ibu Kota, Gubernur Jakarta Anies Baswedan menduga telah terjadi lonjakan kematian akibat COVID-19 pada April dan Mei. Namun Anies merasa pemerintah pusat telah membuat orang-orang tidak percaya dengan data yang disampaikan Pemprov DKI Jakarta.
Hal ini disampaikan Anies saat diwawancarai wartawan The Sydney Morning Herald, James Massola. Videonya diunggah oleh kanal YouTube Pemprov DKI Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam wawancara 6 Mei itu, Anies mengatakan jumlah pemakaman pada Mei dan April cukup tinggi. Pada Februari, jumlah pemakaman masih pada kisaran 2.700 pemakaman. Pada Maret, ada 4.300 pemakaman pada pekan ketiga dan keempat. Pada April, ada sekitar 4.590 pemakaman.
"Pada bulan Maret dan April itu cukup tinggi angkanya," kata Anies dalam video itu, diakses detikcom pada Senin (11/5/2020).
Lonjakan ribuan angka pemakaman itu dinilai pemerintah pusat bukan akibat virus Corona. James Massola bertanya, apakah pemerintah pusat melarang Pemprov DKI untuk merilis data pemakaman pada April itu atau tidak. Anies menjawab pemerintah pusat tidak melarang, namun membuat orang tidak percaya dengan data itu. Pemerintah pusat yang dimaksud Anies adalah Kementerian Kesehatan.
"Mereka bukannya tak mengizinkan kami merilisnya, tapi mereka menghalangi orang-orang untuk mempercayai data kami dengan mengatakan itu bukan kasus COVID," kata Anies.
Tak ada bukti yang meyakinkan bahwa orang-orang yang telah meninggal itu memang positif COVID-19, maka jenazah yang dimakamkan itu juga tidak bisa dikatakan sebagai korban COVID-19. Meski begitu, Anies menilai angka itu tetap bikin heran.
"Memang benar kita tidak bisa mengatakan itu adalah kasus COVID-19, tapi rata-rata layanan pemakaman itu sekitar 2.700 pemakaman per bulan, dan tiba-tiba melonjak menjadi lebih dari 4 ribu, itu mencengangkan," kata Anies.
Anies Frustrasi dengan Kemenkes, Bukan Jokowi
Dalam wawancara ini, Anies menjelaskan bahwa dia memiliki hubungan yang sangat baik dengan Presiden Jokowi. Konteks persoalan dia dengan pemerintah pusat, lanjut Anies, lebih kepada frustrasi kepada kementerian kesehatan.
"Oh ya, hubungan kami baik. Kami mengadakan pertemuan lewat Zoom hampir setiap pekan. Kami berkomunikasi dengan baik. Mungkin saya harus mengatakan ini lebih kepada soal antara kami dengan Kementerian Kesehatan, itu lebih sebagai frustrasi," kata Anies.
Pemprov DKI harus menekankan kebijakan pembatasan interaksi di lingkup Jakarta. Itu demi mencegah penularan COVID-19. Pada 6 Januari, Pemprov DKI sudah mengadakan pertemuan dengan 180 rumah sakit di Jakarta untuk merespons isu pneumonia Wuhan, nama penyakit akibat virus Corona jenis baru saat itu, karena nama COVID-19 belum ditetapkan. Semua perangkat Pemprov DKI diberi tugas untuk menangkal Corona.
"Saat angka (pasien bergejala pneumonia Wuhan) mulai naik terus, pada saat itu kita tidak diperbolehkan melakukan tes. Jadi ketika kami ada kasus, kami mengirimkan sampel ke laboratorium nasional. Kemudian, laboratorium nasional akan mengabarkan apakah hasilnya positif atau negatif," kata Anies.
Jubir Pemerintah Pilih No Comment
Redaksi meminta tanggapan mengenai pernyataan Anies ini ke jubir Pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto. Pria yang akrab disapa Yuri ini memilih untuk tidak memberikan tanggapan.
"Maaf tidak ada tanggapan," kata Yuri yang juga merupakan pejabat eselon I di Kementerian Kesehatan ini.