Guru Besar IPB Kritik Karhutla di Tahun 2019: Jumlahnya Melengking

Guru Besar IPB Kritik Karhutla di Tahun 2019: Jumlahnya Melengking

Muhammad Ilman Nafi'an - detikNews
Jumat, 08 Mei 2020 20:43 WIB
Suasana Kota Jambi yang diselimuti kabut asap di Jambi, Jumat (13/9/2019). Kota Jambi dan sejumlah daerah di provinsi itu masih terpapar kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla), sementara upaya pemadaman masih terus dilakukan melalui udara dan darat oleh sejumlah pihak. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc.
Ilustrasi Asap Karhutla (Wahdi Septiawan/Antara Foto)
Jakarta -

Guru besar dari IPB, Bambang Hero Saharjo, mengkritik penanganan kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah di Indonesia. Terlebih, karhutla pada 2019 lahan yang terbakar menurutnya meningkat sebanyak 1,649 juta hektare.

"Saya tidak ingin bicara panjang lebar ya, saya ingin menunjukkan fakta saja sehingga dengan fakta itu Bapak-Ibu yang terhormat, khususnya di vikon melihat hasil karya yang telah dilakukan selama 5 tahun terakhir dan seperti apa kondisinya," ujar Bambang dalam acara 'Mengantisipasi Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan di Musim Kemarau' yang disiarkan secara online, Jumat (8/5/2020).

"Yang pertama kita tahun 2015 itu kebakarannya itu mencapai 2,6 juta hektare. Kita bersyukur kemudian di 2016 turun menjadi 438, turun di 2017 menjadi 165, tetapi pada tahun 2018 itu melengking angkanya naik menjadi sekian ratus ribu, dan pada 2019 kemarin itu meningkat 1,649 juta hektare," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bambang pun mempertanyakan apa saja yang telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi karhutla. Sebab, data karhutla di 2019 jumlahnya mengalami peningkatan yang tinggi.

"Jadi dari sini karya-karya bapak yang tahun lalu itu ternyata meningkatkan luasan kebakaran itu hampir 262 persen. Ini saya hanya mengambilkan contoh saja ada beberapa lokasi kebetulan di sini bergambut ada Sumatera Selatan, Kalteng, Kalbar, Kalsel, Riau, Jambi, dan Papua," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Dari beberapa data yang ada pada 2019, Bambang menyoroti karhutla di Jambi meningkat menjadi 56 ribu hektare. Padahal, pada 2018, jumlah kebakaran di Jambi hanya berjumlah sekitar 1,5 ribu hektare.

"Lihat di sini datanya, 2018 untuk di Sumsel itu ada 16 ribu sekian hektare, 2019 melengking menjadi 336 ribu hektare, Kalteng 47 ribu hektare naik menjadi 317 ribu hektare, Kalbar 68 ribu hektare naik menjadi 151 ribu hektare, Kalsel 98 ribu hektare menjadi 137 ribu hektare, Riau 37 ribu menjadi 90 ribu hektare, Jambi ini yang luar biasa dari hanya 1,5 ribu hektare melengking menjadi 56 ribu hektare lebih, dan di Papua dari 88 ribu hektare menjadi 108 ribu hektare," katanya.

Bambang juga menyoroti karhutla 1,649 juta hektare lahan menghasilkan emisi gas rumah kaca berjumlah 360 megaton. Emisi gas rumah kaca itu disebutnya dihasilkan hanya kurun waktu dua bulan, yakni Agustus-September 2018.

"Kita lihat karena salah satu isinya itu adalah gambut, kenapa gambut karena tahun lalu kita meskipun 1,649 juta hektare emisi gas rumah kacanya mendekati kasus di 2015. Khususnya hanya 2 bulan saja yaitu Agustus-September 360 megaton, mirip dengan tahun lalu 400 megaton," ujarnya.

Bambang meminta pemerintah tidak bersantai dalam menangani karhutla. Sebab, karhutla ini memiliki dampak yang kompleks.

"Jadi jangan sekali-sekali berpikir dan mengatakan bahwa santai saja sekarang memang rendah atau korbannya ya tapi nanti kita lihat, jadi maksudnya informasi ini menegaskan pada kita jangan lengah dan harus tahu masalah," ucapnya.

Bambang mengatakan, ada beberapa cara untuk mengantisipasi karhutla, pertama memastikan kanal tinggi muka bekerja dengan baik, memastikan sumur bor berisi air dan melakukan pengawasan. Menurutnya, pengawasan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, melainkan juga harus dilakukan korporasi untuk mengawasi lahannya agar tidak kebakaran dengan cara patroli.

"Kemudian menara pengawas juga nanti teropong yang bekerja, kemudian sarpras dan kemudian berakhir adalah tentu saja kita melibatkan semua pihak dan sebagusnya karena itu kewajiban korporasi, korporasi juga punya garda terdepan melakukan patroli, bila perlu melakukan patroli udara atau menggunakan drone di wilayah setempat, dan yang terakhir adalah melaporkan segera bila terjadi kebakaran. Jangan sekali-sekali biarkan kebakaran membesar karena itu akan menimbulkan dampak negatif," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik Badan Informasi Geospasial, Lien Rosalina, menyebut 90 persen karhutla yang terjadi selama ini karena perbuatan manusia atau antropogenik.

"Karena kemudian 90 persen lebih kejadian kebakaran hutan dan lahan penyebabnya itu adalah faktor antropogenik," kata Rosalina.

Halaman 2 dari 2
(gbr/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads