LPSK Akan Dampingi ABK WNI yang Jadi Korban Perbudakan di Kapal China

LPSK Akan Dampingi ABK WNI yang Jadi Korban Perbudakan di Kapal China

Yulida Medistiara - detikNews
Kamis, 07 Mei 2020 21:34 WIB
Ketua LPSK Hasto Atmojo
Foto: Ketua LPSK Hasto Atmojo (Jeffrie/detikcom)
Jakarta -

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyampaikan keprihatinan terhadap anak buah kapal (ABK) WNI yang menjadi korban perbudakan di kapal Long Xing 629. LPSK bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan kepolisian untuk memberi perlindungan terhadap proses pemulangan para ABK hingga pendampingan proses hukum.

"Sebagai langkah awal, LPSK akan turut serta menjemput sejumlah ABK yang pulang ke Indonesia, besok, Jumat, (8/5) ke bandara," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo dalam keterangannya, Kamis (7/5/2020).

Diketahui ABK kapal tersebut diduga menjadi korban eksploitasi karena bekerja selama 18 jam dan minum air laut yang disaring. Eksploitasi merupakan salah satu unsur dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasto mengaku LPSK kerap mendapat aduan permohonan perlindungan untuk korban TPPO yang kejadiannya mirip dengan kasus yang dialami oleh 18 ABK kapal China. Salah satunya adalah kasus perbudakan di Benjina, Maluku, pada medio 2015 lalu yang juga ditangani oleh LPSK.

Ia mengatakan peristiwa yang dialami 18 ABK kapal China menunjukan adanya indikasi TPPO. Dia berharap kepolisian mengusut pihak atau perusahaan yang merekruit dan menyalurkan para ABK ke kapal China tersebut, serta mengambil tindakan tegas bila terbukti adanya pelanggaran pidana.

ADVERTISEMENT

Senada dengan Hasto, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan kasus TPPO terhadap ABK bukan lah pertama kali. Selain kasus di Benjina, LPSK pernah mendampingi beberapa kasus TPPO yang peristiwanya mirip dengan apa yang terjadi dengan ABK di kapal Long Xing, diantaranya kasus di Jepang, Somalia, Korea Selatan dan Belanda.

Menurut catatan akhir tahun LPSK 2019, permohonan perlindungan untuk kasus TPPO menempati posisi empat besar setelah kasus kekerasan seksual anak, terorisme dan pelanggaran HAM berat.

"Pada tahun 2018, permohonan perlindungan untuk kasus TPPO berjumlah 109, sedangkan di tahun 2019 naik menjadi 162 permohonan. Sedangkan ihwal jumlah terlindung, pada 2018 terdapat 186 terlindung kasus TPPO dan naik menjadi 318 terlindung di tahun 2019," kata Edwin.

Edwin menjelaskan berkaca dari investigasi kasus TPPO yang dilakukan LPSK pada pada sektor kelautan dan perikanan, ditemukan fakta banyaknya perlakukan tidak manusiawi yang dialami oleh para korban. Biasanya korban mengalami penipuan dalam proses rekrutmen, pemalsuan identitas, jam kerja yang melebihi aturan, tindakan kekerasan dan penganiayaan, penyekapan, gaji yang tidak layak, hingga ancaman pembunuhan.

"Kami pernah mendengarkan pengakuan korban yang tidak mendapatkan air minum yang layak, mereka terpaksa minum air laut yang disaring, bahkan ada yang meminum air laut yang disaring, bahkan ada yang meminum air AC," ujar Edwin.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan ada 46 anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia bekerja di empat kapal berbendera China. Keempat kapal itu adalah Long Xin 629, Long Xin 605, Long Xin 606, dan Tyan Yu Nomor 8. Dari Long Xin 629, ada empat WNI yang meninggal dunia, sebanyak 3 WNI dilarung ke laut.

"Mengenai kronologi, ada 46 awak kapal Indonesia yang bekerja di empat kapal tersebut," kata Retno Marsudi dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (7/5).

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads