Sudah 6 tahun sejak sebuah pusat lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara yakni Gang Dolly Surabaya ditutup. Tempat legendaris banyak lelaki sedekah sperma ini nyatanya menorehkan kisah mendalam bagi mantan kupu-kupu malam dan orang yang mengadu nasib di ekslokalisasi tersebut.
Aktor kawakan Butet Kartaredjasa pun blusukan ke tempat ini. Ia napak tilas kembali kisah para pahlawan di Gang Dolly mengambil risiko berada dalam dinamika untuk perubahan yang sangat berat hingga penuh ujian.
"Sekarang ini aku benar-benar berada di Gang Dolly. Tempat legendaris, dulu 5 tahun lalu banyak lelaki sedekah. Sedekah sperma, banyak silaturahmi kelamin terjadi di sini tapi sekarang sepi, mamring (sunyi)," ujarnya sambil terkekeh dalam tayangan Mola TV.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Butet pun bertemu dengan Eva, salah satu mantan pekerja seks komersial asal Pekalongan yang dulu mengadu nasib ke Surabaya untuk melunasi hutang-hutangnya. Eva menceritakan aktivitas dan penghasilannya kala itu.
"(Dulu harga pasarannya) Rp 150 ribu per jam, ya paling kita dapatnya Rp 100 ribu terus Rp 50 ribu itu untuk kamar sama mba yang punya wisma itu. Jadi hutang Rp 12 juta saya waktu itu sebulan bisa lunas," terangnya.
Meskipun mendapatkan banyak penghasilan dari kegiatannya tersebut dia mengaku menyesal. Menurutnya hasil yang didapat kala itu tidak memiliki keberkahan sama sekali sehingga ia pun bersyukur tempat tersebut ditutup oleh Wali Kota Tri Rismaharini 6 tahun silam.
"Kerja lah dengan halal meskipun sedikit tapi Insyaallah barokah, daripada dapat uang banyak, itu ada risikonya juga. Dalam hati agak kurang mantap menurut saya kaya kurang berkah, ya iya sih banyak dapatnya karena banyak juga habisnya," ungkapnya.
Senada dengan Eva, eks Penjual Kopi Gang Dolly Jarwo yang kini jadi suaminya Eva mengakui hal yang sama. Meski mendapatkan keuntungan yang fantastis saat menjual kopi kala itu, dia mengatakan uang yang didapat terasa tak berharga.
"Dulu saya jualan kopi dan itu sehari bisa Rp 800.000. Jadi sebulan saya bisa menghasilkan Rp 40 sampai Rp 45 Juta, tapi tak berharga, uang itu dipakai buat mabuk, buat judi. Meremehkan uang di sana itu (biasa), karena besok dapat lagi, besok dapat lagi," jelasnya.
Dari percakapan tersebut Butet mengambil satu kesimpulan menarik, memang pendapatan berkurang dibandingkan ketika Gang Dolly dulu yang penuh bergairah. Dulu hutang bisa langsung lunas, hari ini mungkin tidak seperti itu, tapi menurut mba Eva dengan membuat tempe bersama suami itu jauh lebih berkah daripada menjual 'tempe' yang lain.
Penasaran dengan kelengkapan cerita dari Para Pahlawan dari Gang Dolly ini? Cerita inspiratif lainnya dapat disaksikan dalam acara Blusukan Butet Kartaredjasa: Para Pahlawan dari Gang Dolly di Mola TV.
Semua cerita ini dapat disaksikan dalam acara Blusukan Butet Kartaredjasa: Para Pahlawan dari Gang Dolly di Mola TV. Acara ini dapat dilihat dengan berlangganan paket Corona Care Mola TV. Lewat program ini Mola TV mengajak masyarakat untuk turut peduli melalui Corona Care, sebuah program yang bertujuan untuk membantu pemerintah melawan wabah virus COVID-19 di Indonesia.
Program ini dapat disaksikan juga dengan memberikan sumbangan yang beragam mulai dari Rp 0 hingga Rp 50.000. Nantinya setiap sumbangan tersebut akan digandakan Mola TV dan disalurkan kepada BNPB dan PMI untuk membantu perjuangan melawan wabah virus Corona.
(mul/ega)