Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) mengungkapkan 3 penumpang kereta rangkaian listrik (KRL) dinyatakan positif Corona setelah dilakukan test swab. Ini solusi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), Kemenkes hingga kepala daerah.
Temuan tersebut disampaikan Ridwan Kamil dalam akun Twitter resmi seperti dilihat detikcom, pada Minggu (3/5/2020).
"3 positif COVID dari 325 penumpang KRL Bogor-Jakarta yang kami sampling dengan test swab PCR," ucap RK.
Test swab diadakan pada 27 April 2020 di Stasiun Bogor.
RK menyebut hasil itu menunjukkan ada potensi penularan virus Corona di KRL sebagai transportasi umum. Sehingga, perlu ada tindak lanjut dari temuan tersebut.
"Ini artinya KRL yang masih padat bisa menjadi transportasi OTG (orang tanpa gejala), pembawa virus. PSBB bisa gagal," kata RK.
RK menyebut temuan ini sudah dilaporkan. Dia amat berharap pihak operator KRL menanggapi ini dengan serius.
Sementara PT KCI berjanji akan meningkatkan upaya pencegahan.
Berikut solusi PT KCI hingga kepala daerah soal 3 penumpang KRL jurusan Jakarta-Bogor positif Corona:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak juga video Indonesiadan Gerakan Non-Blok Sepakat Bentuk Gugus Tugas Covid-19:
PT KCI
PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) akan meningkatkan upaca pencegahan.
VP Corporate Communications PT KCI Anne Purba menyebut, test swab dilakukan pada Senin (27/4) di Stasiun Bogor dengan sampel 325 orang penumpang KRL.
PT KCI pun mengaku telah mendapatkan hasil tiga orang positif seperti yang dikatakan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
"Hasilnya, sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat yaitu ditemukan 3 orang atau kurang dari 1% dari pengguna yang dites hasilnya positif," kata Anne dalam keterangannya, Minggu (3/5/2020).
Ketiga penumpang tersebut merupakan orang tanpa gejala (OTG). KCI mengaku akan berupaya meningkatkan pencegahan penyebaran Corona di KRL.
"Meski persentasenya sangat rendah, kami tetap berupaya meningkatkan berbagai upaya pencegahan terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan protokol pencegahan COVID-19 di transportasi publik, physical distancing, dan mengendalikan kepadatan pengguna di KRL," ucap Anne.
Anne mengaku, telah mengikuti protokol pencegahan Covid-19 di transportasi publik, bahkan sejak sebelum berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Beberapa hal yang dilakukan seperti penumpang wajib menggunakan masker, pengecekan suhu tubuh.
Selain itu, ada wastafel di lokasi-lokasi yang sering dilalui pengguna KRL, dan menyediakan hand sanitizer di dalam KRL maupun di stasiun.
KCI menyebut, berupaya mengendalikan kepadatan pengguna dan tercapainya physical distancing melalui:
1. KCI telah melengkapi seluruh kereta dengan marka pada bangku dan tempat duduk untuk mengatur posisi pengguna agar tercipta jarak aman.
2. Pentingnya mengatur posisi ini juga senantiasa diingatkan kepada pengguna melalui pengumuman di stasiun, di dalam kereta, hingga melalui petugas pengawalan kereta yang berpatroli. Edukasi dibuat dalam bentuk marka dan pengumuman-pengumuman juga merupakan upaya agar pengguna tidak harus selalu bertatap muka dengan petugas sejalan dengan prinsip physical distancing.
3. KCI telah bekerja sama dengan TNI melalui Marinir dan Kodim setempat, Polri melalui kehadiran 74 personil Brimob di sebelas stasiun, dan Satpol PP maupun dinas perhubungan di stasiun.
PT KCI juga memperketat langkah antisipasi penuhnya penumpang di dalam gerbong KRL. KRL tidak akan berangkat jika penumpang masih penuh.
"Untuk semakin meningkatkan kedisiplinan maka mulai Senin 4 Mei 2020 bila masih terdapat kereta yang melebihi kapasitas, ditandai dengan pengguna duduk maupun berdiri tidak sesuai marka yang ada, maka kereta tidak akan diberangkatkan kembali hingga para pengguna mengikuti aturan kapasitas maksimum sejumlah 60 orang per kereta," papar Anne.
Menurut Anne, dari 761 perjalanan KRL yang beroperasi setiap harinya, 90% perjalanan berjalan dengan kondisi sangat minim pengguna.
"Hal ini terpantau dari data volume penumpang, data pengguna yang melakukan tap in maupun tap out di stasiun, pantauan petugas di lapangan, maupun gambar-gambar yang diunggah para pengguna ke sosial media," kata Anne.
Kemenkes
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berpendapat, ketertiban masyarakat untuk mencegah Coroana bukan hanya di KRL.
"Satu hal yang harus dipahami. Penyebar virus adalah manusia bukan KRL. Terserah manusianya bukan salah KRL-nya. Semua sudah diatur, aturan ada. Tinggal patuh atau tidak," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Achmad Yurianto, saat dihubungi, Senin (4/5/2020).
Bagi Yuri, lokasi rawat penularan bukan hanya ada di KRL, tapi juga di beberapa lokasi yang berpotensi penularan.
"Coba lihat pasar, kehidupan di gang gang perumahan, dll. Sore hari saat ngabuburit di jalanan di penjual makanan dan lain-lain," kata Yuri.
Menurut Yuri, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pengguna KRL maupun alat transportasi lain. Sehingga, mereka bisa terhindar dari penyebran virus corona.
"Batasi jumlah penumpang, pakai masker, jaga jarak. Penularan tidak hanya terjadi di KRL, bisa di mana saja, di pabrik, di kantor, di pasar, di jalanan, dan lain-lain. Bukan kereta yang membawa virus, tapi orangnya," kata Yuri.
Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Corona itu, masyarakat memang rawan tertular virus Corona di KRL. Untuk itu, sebaiknya masyarakat tidak usah berpergian keluar rumah.
"Semua rawan tertular, karena itu, tetap di rumah, jika terpaksa keluar pakai masker, cuci tangan, jaga jarak fisik," kata Yuri.
Bagi Yuri, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) sudah membuat prosedur kesehatan yang benar untuk mencegah penularan Corona. Tinggal kesadaran dari masyarakat untuk mentaatinya.
"(Sudah) tepat. Jika penumpang patuh jaga jarak dan pakai masker yang bener (akan terhindar dari penularna)," kata Yuri.
Wali Kota Bogor
Wali Kota Bogor Bima Arya mengaku sudah memprediksi hal ini.
"Ini yang sudah kita prediksi dan sangat kita khawatirkan. Terbukti bahwa pusat kerumunan seperti stasiun dan pasar adalah pusat penularan COVID melalui orang tanpa gejala," kata Bima ketika dihubungi, Senin (4/5/2020).
Bima mengungkapkan dari hasil pelacakan kontak di Kota Bogor, banyak pasien positif COVID-19 yang mengaku pernah menggunakan KRL. Karena itu, pihaknya sudah memprediksi KRL menjadi tempat paling riskan.
"Ini mengkonfirmasi hasil penelusuran pasien positif di Kota Bogor yang sebagian besar mengaku pernah menggunakan layanan kereta atau interaksi di pasar," ujarnya.
Bima mengatakan 5 kepala daerah Bodebek sudah meminta ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk mengevaluasi kebijakan KRL ini. Namun, sayangnya masih banyak faktor yang dipertimbangkan untuk menyetujui usulan para kepala daerah itu.
"Saya kira harus ada perubahan kebijakan. Paling ideal tutup sementara. Kalaupun tidak, jalan tengahnya adalah penguatan sistem dan penambahan personel dari PT KAI agar gerbong dan stasiun betul betul bisa dipastikan jaga jarak," ucapnya.
Bima pun meminta ditingkatkannya koordinasi antara Gubernur DKI Jakarta dengan Kemenhub. Sehingga ke depannya, KRL tak menjadi tempat penyebaran virus Corona.
"Protokol kesehatan dan jaga harus sesuai ketentuan dalam PSBB. Kapasitas per gerbong juga dibatasi dan antrian di stasiun harus bisa dikendalikan. Tapi setelah puasa ini memang ada trend perubahan peak hour-nya, yang membuat semua ingin pulang di jam yang sama dan mengejar waktu buka," tutur Bima.
"Mungkin nanti ini yang harus dibahas bersama bagaimana mengatur off peak dan headway kereta supaya tidak terjadi penumpukan, tetap jaga jarak, di samping screening di stasiun juga diperketat," lanjutnya.