Sebelumnya diberitakan, PT DKI Jakarta menjelaskan alasan majelis banding menyunat hukuman mantan anggota DPR itu dari 2 tahun penjara menjadi 1 tahun penjara. PT Jakarta memutuskan uang sejumlah Rp 250 juta yang dipersoalkan dalam dakwaan jaksa KPK tidak pernah sampai ke Romahurmuziy
"Telah diakui oleh saksi Norman Zein Nahdi alias Didik, yang dalam kesaksiannya telah disumpah bahwa uang dari Haris Hasanudin diperintahkan oleh terdakwa agar dikembalikan kepada Haris Hasanudin. Namun pada kenyataannya telah dipergunakan oleh saksi Norman Zein Nahdi alias Didik untuk kepentingannya sendiri," ujar majelis dalam putusan yang dilansir website PT Jakarta, Senin (4/5/2020).
"Sehingga penerimaan uang Rp 250 juta tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa, akan tetapi tidak dapat menghapus perbuatan pidananya," ujar majelis yang diketuai Daniel Dalle Pairunan itu.
Selain itu, dalam dakwaan jaksa KPK yang menilai Romahurmuziy menerima Rp 5 juta dari Haris Hasanudin--yang diberikan dalam amplop putih dan diserahkan di ruang tamu rumah Rommy--dinyatakan majelis tidak terbukti. Sebab, tidak ada satu pun saksi dan alat bukti yang mendukung dakwaan itu.
"Karena tidak ada alat bukti lain yang menguatkan keterangan saksi Haris Hasanudin, sehingga penerimaan uang Rp 5 juta tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa," ucap majelis yang beranggotakan I Nyoman Adi Juliasa dan Achmad Yusak yang diputuskan secara bulat.
Berikut ini alasannya:
1. Bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap seseorang harus ada keseimbangan antara kesalahan atau perbuatan yang dapat dipidana yang dilakukan oleh Terdakwa dengan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan pidana tersebut.
2. Bahwa uang yang diberikan kepada Terdakwa sejumlah Rp 250 juta sudah dikembalikan oleh Terdakwa dan diperintahkan kepada saksi Norman Zein Nahdi alias Didik untuk mengembalikan kepada saksi Haris Hasanudin.
3. Bahwa Terdakwa tidak menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan dirinya sendiri;
4. Bahwa Terdakwa bukanlah penentu bagi seseorang yang akan menduduki suatu jabatan di Kementerian Agama, sehingga harus ada keseimbangan dalam penjatuhan pidana dengan perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa.
(ibh/knv)