Surat Al-Qashash 72
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ...
Katakanlah : "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus-menerus sampai hari kiamat..."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
***
Anda bosan karena rutintas yang mendera ? Anda jemu karena yang Anda dapati itu-itu juga ? Anda cemas, karena setiap hari mesti bertemu dengan orang yang sama dalam sekian tahun ? Anda sebal, karena kegiatan di tempat kerja jarang sekali berubah ? Anda mulai jengah karena pendapatan hanya di nominal itu ? Anda mulai menyoal semua yang rutin dan ingin menolak rutinitas ?
Seringkali, rutinitas kita jadikan alasan untuk menolak sesuatu, yang seakan jalan di tempat. Termasuk ketika bulan Ramadan tiba. Hatta, meski bulan ini disebut sebagai bulan suci. Muncul perasaan, seakan mengulang yang sama. Setiap tahun, seakan itu itu juga yang dilakukan. Sebelum Covid-19 menjadi wabah di negeri ini dan pandemi secara global, kegiatan Ramadan tidak berubah dari tahun ke tahun.
Bangun pagi. Sahur bersama keluarga. Membolak balik menu puasa. Mengutip chef anu dan chef lainnya. Mengganti chanel televisi. Ada yang suka rela dibangunkan dini hari tapi tak sedikit yang kurang berkenan. Karena "dipaksa" tradisi, semua dilakukan demi menjalankan rutinitas. Terbukti, meski ada salat subuh berjemaah, tidak semua yang puasa suka ke masjid.
Menahan kantuk, mencoba ambil air wudu, lalu membuka lembar demi lembar kita suci. Ada yang dengan benar dibaca tapi boleh jadi ada sejumlah firman yang tak fasih dibaca. Bahkan, mungkin tidak sesuai ilmu membaca Alquran yang paling sederhana ; ilmu tajwid . Yang penting mengikuti kebiasaan dan memastikan kebiasaan itu bisa dilakukan setiap tahun.
Anda tidak suka rutinitas ? Mari simak kutipan ayat suci di awal tulisan ini. Pada ayat 72 surah Al Qashash itu, Allah SWT dengan lugas bertanya. Pertanyaan untuk semua orang. Tidak spesifik memberi jawaban soal rutinitas. Tapi simaklah dengan tenang. Renungi tantangan Allah itu. Apa pendapat kita, kalau Allah menjadikan siang berkelanjutan hingga hari kiamat ?
Saat situasi normal, penduduk Jabodetabek, serta para komuter lainnya, berjejal-jejal menginvasi ibu kota sejak fajar baru menyingsing. Mandi jam segitu, seperti mengguyur tubuh dengan air es. Karena kondisi jalan yang selalu crowded , tiba di Jakarta jam 07.30 suhu tubuh sudah meningkat. Hangat. Menjelang tengah hari, jalan-jalan protokol memuai. Jam 12 an, temperatur antara 32 hingga 34 derajat celsius.
Hanya dua jam setelahnya, sekitar jam 14.00 an, bentangan aspal yang melapisi Jl Panglima Sudirman hingga Jl MH Thamrin, terlihat seperti menebar asap. Bisa jadi, panas di permukaan jalan-jalan di Jakarta sudah antara 48 hingga 50 derajat. Lapisan atmosfer setebal 1000 km, tak kuasa menahan terjangan sinar matahari menembus semua pori-pori bumi.
Dapatkah kita membayangkan jawaban macam apa untuk pertanyaan retoris Allah di awal tulisan ini ? Bagaimana jika matahari mendadak berhenti, persis di tengah-tengah langit, selurus di atas ubun-ubun kita ? Tidak bergerak ke tempat biasa terbenam ? Selamanya ? Siang tak pernah berganti malam ? Terik menyengat. Panas yang membuat kulit melepuh. Misalnya, selama dua hari alias 2 kali 24 jam ? Temperatur bisa mencapai ribuan derajat celsius.
Kalau itu terjadi, maka semua cairan di muka bumi akan menguap. Semua lautan akan mengering. Samudera akan tinggal palung meranggas. Salju di dua kutub, utara dan selatan, akan meleleh, lalu menciptakan benua baru yang gersang. Kalau siang berlanjut dua hari lagi, maka semua cairan di dalam tubuh kita lenyap. Darah kita akan mengering. Daging di tubuh kita akan menyusut, sebab mayoritas terdiri atas cairan.
Maka, untuk menyudahi kehidupan, kita tak perlu menunggu sampai Hari Kiamat tiba. Hanya butuh siang hari selama seminggu, maka kehidupan semua makhluk akan tinggal catatan. Allah cuma mengingatkan, bahwa semua pergerakan alam semesta diatur Allah dengan kodrat-Nya. Termasuk perjalanan memutar matahari, dari horison hingga ke ufuk sepanjang Allah kehendaki.
Maka, jangan terlalu sering bertanya, mengapa matahari secara rutin mengunjungi manusia. Sebab, sekali berhenti berotasi, kehidupan akan berakhir. Rutinitas itu rahasia Allah. Rutinitas itu sudah jadi ketetapan Allah sejak alam azali. Rutinitas itulah yang menjaga kehidupan. Anda bisa membayangkan tidak rutin menarik nafas ? Tidak rutin makan dan minum ? Tidak rutin tidur dan bangun ?
Maka, berhentilah menghidup-hidupkan perasaan bosan akibat Ramadan datang secara berkala. Ramadan datang, didesign Allah demi terjadinya perubahan sikap manusia dalam memaknai hubungannya dengan Allah. Sebelas bulan penuh dosa, bisa dinetralkan dengan berkah yang dikandung Ramadan. Maka, jangan bosan apalagi sebal. Ramadan adalah rutintas yang jadi isyarat kasih sayang Allah untuk hamba-Nya.
Allaahu A'lamu Bishshowaab...
Ishaq Zubaedi Raqib
Pemateri di Pengajian Bayt Abyadh , Cileungsi, Bogor.
*Artikel ini adalah kiriman pembaca. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab pengirim.
(erd/erd)