Alkisah, ada sekelompok orang kaya yang ingin membangun sebuah masjid megah. Mereka secara bersama-sama patungan anggaran untuk mewujudkan mimpi mereka membangun sebuah tempat ibadah yang nyaman dan mewah. Pada saat mereka bercakap-cakap di depan proyek yang sedang dibangun itu, tiba-tiba muncullah seorang pemuda dari kampung sebelah yang menghampiri mereka. Pemuda ini dikenal bernama Bahlul.
Kepada mereka Bahlul bertanya, "Tuan-tuan, apa yang sedang kalian bangun itu?"
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ooo, kami sedang membangun sebuah masjid yang besar dan mewah," jawab mereka.
""Untuk apa tuan-tuan membangun masjid sebesar dan sebagus itu?" tanya Bahlul.
"Kami membangun masjid ini dengan penuh keikhlasan. Kami tidak ingin mendapatkan apa-apa, selain hanya ingin mendapatkan ridlonya Allah SWT."
Mendengar jawab itu, Bahlul lalu pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, tetiba Bahlul merasa penasaran dan ingin mengetahui apa betul mereka membangun masjid tersebut ikhlas karena Allah.
Singkat cerita, secara diam-diam Bahlul meminta seorang ahli pahat untuk memahat sebuah batu dengan tulisan "Masjid Bahlul". Selang beberapa waktu kemudian, setelah bangunan masjid itu sudah akan selesai, malam harinya, Bahlul mendatangi masjid tersebut dan menempelkan pahatan nama "Masjid Bahlul" tepat diatas pintu gerbang masjid yang memungkinkan semua orang melihatnya.
Keesokan harinya, ketika para orang kaya tersebut datang ke masjid, mereka sangat kaget. Masjid yang dibangunnya dengan susah payah, dengan cucuran keringat, juga telah menghabiskan banyak uang meraka, tiba-tiba ada orang yang dengan seenaknya menempelkan tulisan besar "Masjid Bahlul" di pintu gerbang masiid tersebut. Mereka semua merasa gusar, marah, dan emosi. Mereka merasa keringat, tenaga, dan uang yang telah mereka habiskan selama ini, tiba-tiba diambil dan diakui oleh orang lain.
Tanpa babibu, mereka langsung mencari Bahlul. Setelah mencari di beberapa tempat, akhirnya Bahlul ditemukan sedang duduk santai di depan teras rumahnya. Begitu melihat Bahlul, emosi mereka tak tertahankan. Tanpa komando, mereka pun secara beramai-ramai memukuli dan memaki-maki Bahlul. "Hai anak bodoh, beraninya kamu mengklaim hasil pekerjaan dan keringat kami. Lancang sekali kamu memberi nama masjid itu dengan namamu?"
Mendengar itu, Bahlul dalam keadaan babak belur, menjawab lirih, " Bukankah Tuan-Tuan beberapa bulan yang lalu mengatakan kepada saya bahwa Tuan-Tuan membangun masjid besar itu hanya semata-mata mencari ridlo Allah? Andaikan semua orang di dunia ini berhasil saya kelabuhi dan mengira bahwa masjid itu adalah saya yang membangun, bukankah Allah SWT lebih mengetahui bahwa yang sesungguhnya membangun itu bukan saya, tapi tuan-tuan sekalian? Sampai kapanpun Allah maha mengetahui bahwa Tuan-Tuan yang membangun masjid tersebut? Lalu mengapa Tuan-Tuan menjadi gusar dan marah hanya dengan sebuah nama?
***
Kisah singkat di atas, mudah-mudahan menjadi pengingat bagi kita semua. Bahwa betapa mudahnya kita tergelincir untuk menginginkan sebuah sanjungan dari selain Allah. Keinginan untuk dikenal, keinginan untuk dianggap paling berjasa, atau keinginan untuk dianggap orang yang paling dermawan, tidak berasa ternyata menjauhkan kita dari sifat ikhlas.
Apalagi dalam dalam situasi serba sulit saat ini. Situasi dimana pandemi Covid 19 yang menyebar kemana-mana, dari pusat kota sampai ke banyak desa, yang mengharuskan semua orang harus menjaga jarak secara fisik untuk menghindari penularan. Kondisi tersebut mengakibatkan berkurangnya penghasilan banyak orang. Sebut saja bagaimana keluhan para sopir angkot, para tukang ojek online, para penjual makanan yang sepi pembeli akibat banyak kantor tutup, maupun profesi-profesi lain yang merasakan imbas serupa. Riset terbaru dari SMERU Research Institute yang dirilis, Jumat (17/4/2020), dan diberitakan Harian Kompas pada hari berikutnya, Lembaga ini memprediksi lonjakan angka kemiskinan tahun ini akibat pandemi Covid-19. Apabila pertumbuhan ekonomi hanya 1 persen, jumlah orang miskin diproyeksikan melonjak 12,4 persen sampai 8,45 juta orang. Artinya, total orang miskin pada akhir tahun 2020 akan bertambah menjadi 33,24 juta orang.
Namun kita harus bersyukur dengan aksi saling bantu dari sesama masyarakat. Aksi solidaritas bermunculan dari berbagai kalangan. Banyak komunitas tertentu yang kemudian berinisiatif untuk berbagi rezeki dengan, misalnya, memborong satu rombong bubur ayam, satu rombong bakso, lalu mereka bagikan secara gratis ke warga yang membutuhkan. Tentu Tindakan ini sangat mulia, dan harus didorong untuk terus dilakukan.
Namun sebagai pengingat dari cerita "nama masjid" di atas, ada baiknya apabila pemberian tersebut tanpa dibarengi dengan embel-embel nama tertentu. Pemberian embel-embel nama tertentu apabila tidak disertai kontrol hati yang kuat, maka setan akan gambang untuk membisik sifat riya' dalam diri mereka.
Tradisi memberi embel-embel nama itu semakin massive dan lazim kita jumpai saat musim kampanye. Hampir tidak ada calon yang tidak memberi embel-embel terhadap berbagai pemberian yang diberikan kepada masyarakat. Bahkan, baru-baru ini, meskipun bukan dalam musim kampanye, seorang kepala daerah di pulau Jawa yang memberi stiker foto dan nama dirinya dalam sumbangan hand sanitizerkepada warga masyarakat.
Belakangan terungkap ternyata hand sanitizer tersebut diduga bukan dari dirinya, melainkan sumbangan dari sebuah kementerian di Jakarta. Untuk contoh yang terakhir ini, persoalannya bukan hanya soal riya', tetapi lebih dari itu. Apabila benar ia melakukan itu, maka tindakan tersebut jelas masuk dalam ranah kebohongan publik yang kemungkinan juga berpotensi masuk pada tindak pidana penyalagunaan kekuasaan.
Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil." Mereka bertanya: Apa syirik kecil itu wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: "Riya`. Allah berfirman kepada mereka pada hari kiamat pada saat orang-orang diberi balasan atas amal-amal mereka: Temuilah orang-orang yang dulu kamu perlihat-lihatkan di dunia, lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?" (HR. Ahmad bin Hanbal)
Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi: "Sungguh Aku (Allah) tidak membutuhkan sekutu-sekutu yang membantu-Ku. Maka barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang di dalamnya ia menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, niscaya Aku akan meninggalkan (membiarkan) dirinya dan sekutunya." (HR. Muslim dari Abu Hurairah r.a).
Oleh karena itu, dalam momentum bulan suci Ramadhan ini, sudah sepatutnya kita kembali merenungkan segala perbuatan yang telah dan akan kita lakukan. Apakah semua itu kita lakukan hanya semata untuk Allah, atau untuk sesuatu selain-Nya. Hadirnya bulan yang penuh berkah ini harus kita jadikan sebagai wahana untuk terus melatih diri agar terhindar dari sifat riya'. Melakukan apapun dengan penuh keikhlasan, dan menjadikan Allah SWT sebagai tujuan dari segala perbuatan dan segala amal ibadah.
Apabila kita melakukan amal sholeh, maka seharusnya hati kita, nafas kita, pikiran kita, semuanya harus tertuju hanya kepada-Nya. Bukan untuk yang lain. Bukan untuk popularitas, bukan untuk dianggap baik, juga bukan untuk agar dianggap sebagai orang yang dermawan. Semua harus kita niatkan hanya untuk mengagungkan nama-Nya. Dengan begitu, mudah-mudahan kita semua masuk dalam golongan orang-orang yang diridloi Allah SWT.
Abdul Ghoffar Husnan
Sekretaris Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP-ISNU) 2018-2023.
Alumni Pondok Pesantren Ihyaul Ulum, Dukun, Gresik.
*Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab pengirim.
(erd/erd)