Apa Saya Diampuni Jika Bisa Bertemu Ramadan?

Kolom Hikmah

Apa Saya Diampuni Jika Bisa Bertemu Ramadan?

Ishaq Zubaedi Raqib - detikNews
Kamis, 30 Apr 2020 13:41 WIB
hikmah puasa ramadhan
Foto: Getty Images/iStockphoto/GULSENGUNEL
Jakarta -

Malam pertama Ramadan, salah seorang peserta pengajian kitab kuning "Mawaa'idz Ushfuriyah" yang Penulis asuh secara daring , bertanya soal kepastian setiap orang memperoleh ampunan karena berhasil bertemu Ramadan. Ia berharap, setelah sebelas bulan hidup jauh dari agama, Ramadan dapat jadi telaga mencuci kerak dosa. Baginya, hanya bulan ini yang bisa memberi banyak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengaku pernah mendengar ustadz menjelaskan pembagian hari-hari selama bulan Ramadan. Setiap tarikan nafas menjadi tasbih, setiap amalan, pahalanya dilipatgandakan. Ibadah sunnah, pahalanya dinilai dengan ukuran ibadah fardu. Bahkan, tidur pun menjadi ibadah. Maka, sungguh merugi mereka yang tak melihat Ramadan sebagai lumbung dari berjuta kebajikan.

ADVERTISEMENT

Para pemburu kebaikan dan keberkahan Ramadan, demikian ia menyitir keterangan sang ustadz, telah memperoleh kabar gembira langsung dari Nabi Muhammad SAW. Menurut beliau, sepuluh hari pertama bulan suci ini menyediakan telaga rahmah . Sepuluh hari kedua ada janji memperoleh ampunan dan sepuluh terakhir mendapat jaminan terhindar dari sergapan api neraka.

Penulis tidak sedang menjelaskan status hadits yang sering menjadi penyulut semangat pemburu butir-butir kebaikan Ramadan ini. Beberapa di antaranya, malah mendaftar semua kegiatannya selama Ramadan. Sekian juz sudah dibacanya. Sekian kali mengkhatamkan Alqur'an. Sekian rakaat salat tarawih, dia taklukkan. Semuanya dia tangkap sebagai anugerah Ramadan.

Di malam-malam laylatul qadar, tak sedikit yang menikmatinya dengan umroh ke Baytullah. Di tanah haram, mereka tak melewatkan satu tarikan nafas keculai disertai dengan tasbih. Tasbih meluncur bergantian dengan tahmid, hamdalah, hawqalah, haylalah , dan diakhiri dengan takbir . Subhanallah wal hamdulillah, wa laa ilaaha illaallaah, walaa hawla walaa quwwata illaa billaahi.

Setelah menjelaskan daya tarik, Ramadan, saya sampaikan kepada penanya. "Tidak. Engkau tidak akan diampuni." Dia tercekat. Tak bisa langsung memahami jawaban. Kok bisa ? Ya bisa saja. Bukankah Ramadan adalah bulan ampunan. Semua yang bersungkur di hadapan Allah akan mendapat jatah ampunan.

Karena cemas, Penulis beri tamsil agar dia dapat mengambil kesimpulan. Agar dia bisa paham kenapa dia tak diampuni meski tengah bertemu Ramadan. Penulis sebutkan; ada seorang datang bertanya. "Saya tak banyak amalan, tapi banyak dosa. Setiap hari, daftar maksiat lebih banyak dari hitungan amal saleh. Terlalu banyak firman saya hafal, terlalu banyak yang saya abaikan. Kalau saya bertobat, apakah Allah akan mengampuni saya ?"

"Tidak !" jawab Penulis. "Kau tak akan diampuni. Justeru sebaliknya. Jika diampuni, kau baru bisa bertobat," jelas Penulis. Dia mulai berpikir. Merenung keras. Menekan dahi. Memaksa semua rujukan pamahamannya tentang agama, menetes dari lumbung memorinya. Perlahan, kesadaran ilahiyahnya muncul. Pelan-pelan mulai bisa menangkap maksud Penulis.

Ternyata, seseorang baru bisa dapat kesempatan melakukan amal dan ibadah sesuka hati, kalau dia sudah diampuni oleh Allah. Tanpa ampunan, maka semua amal dan ibadahnya sia-sia. Ampunan jadi modal. Ampunan adalah awal dari semua terbukanya jalan menuju Allah. Ampunan adalah keyword . Ampunan adalah awal. Ampunan bukan di akhir segalanya.

Sering kita cuma menggunakan satu perspektif di tengah melimpahnya perspektif dan sudut pandang lain. Kita bisa kecapaian sebelum ampunan kita dapat. Melakukan segalanya agar di ujung kita memperoleh ampunan. Sering kita niatkan semua amal dan ibadah kita, baik mahdah dan maknawiyah , dengan harapan dapat ampunan.

Celakanya, salat tak lebih dari sekadar pergantian satu gerakan ke gerakan lain. Haji tak lebih dari sekadar wisata yang kering. Haramain, Masjidil Haram dan Masjidin Nabi, berubah semata tujuan wisata tak bermakna. Zakat menjadi ajang show kekayaan dan penjatuhan martabat kaum mustahiqqin . Kurban tak kuasa menyembelih hasrat riya' dan sum'ah . Semuanya kering tak bermakna.

Padahal, amal dan ibadah bisa dijalani dengan nikmat, kalau sudah barada di atas landasan ampunan. Beramal dan beribadah dengan tenang, tidak memaksakan diri, tidak ngoyo , tidak melampaui batas daya dan kemampuan. Bagaimana ampunan bisa didapat agar melandasi semua amal dan ibadah ? Berbaik sangka kepada Allah. Hak-Nya menentukan. Wallaahu A'lamu Bishshowaab. (*)

Ishaq Zubaedi Raqib, MA

Penggemar "literasi sudut pandang lain"

*Artikel adalah kiriman pembaca. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab pembaca sebagai pengirim.

(erd/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads