Siapapun tentu tak ingin tertimpa musibah. Termasuk wabah saat ini. Namun, tak setiap orang menyikapi wabah secara sama. Ada yang sabar. Ada yang berkeluh-kesah. Ada yang ridha. Ada yang benci. Semua kembali pada faktor keimanan masing-masing.
Bagi seorang Mukmin, musibah apapun yang menimpa adalah ujian. Setiap ujian harus disikapi dengan kesabaran. Ini sesuai dengan firman Allah SWT (yang artinya): Sungguh akan Kami uji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan serta kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Karena itu gembirakanlah orang-orang yang sabar (QS al-Baqarah [2]: 155).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kata Imam an-Nawawi, "Orang Mukmin akan banyak mengalami kepedihan pada badannya, keluarganya ataupun hartanya. Namun, hal itu justru menjadi pelebur dosa-dosanya dan meninggikan derajatnya." (An-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, 17/151).
Dengan demikian, dalam menghadapi musibah, kuncinya satu: sabar. Sabar adalah sikap yang sangat agung. Betapa agungnya sikap sabar, Allah SWT memberikan kepada orang-orang yang sabar pahala tanpa batas, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): Sungguh orang-orang yang sabar itu diberi pahala tanpa batas (QS az-Zumar [29]: 10).
Para ulama salafush-shalih sangat memahami ayat ini. Salah satunya Imam al-Hasan al-Bashri. Tentang sabar ia berkata, "Kami telah ditimpa ragam musibah sebagaimana orang lain. Kami tidak melihat sesuatu pun yang lebih bermanfaat daripada sikap sabar (dalam menghadapi ragam musibah tersebut)." (Abdul Majid, Al-Hadâ'id al-Wardiyyah, hlm. 198).
Hal senada dinyatakan oleh Qadhi Suraih. Ia berkata, "Saat aku tertimpa musibah, aku memuji Allah empat kali: Pertama, aku memuji Allah karena aku tidak ditimpa musibah yang lebih besar. Kedua, aku memuji Allah karena aku diberi kesabaran dalam menghadapi musibah tersebut. Ketiga, aku memuji Allah karena dengan musibah itu aku dapat ber-istirja' (mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji'un) sehingga aku mendapatkan pahala karenanya. Keempat, aku memuji Allah karena musibah tidak menimpa agamaku." (Al-Manbaji, Tashliyah Ahl al-Masha'ib, 1/24).
Apalagi jika musibah itu berbentuk wabah, sebagaimana saat ini. Sebabnya, di tengah wabah seperti ini, ada pahala spesial yang setara dengan pahala syahid bagi mereka yang sabar. Sabda Baginda Nabi saw., "Tidaklah seorang hamba, saat wabah (tha'un) terjadi, berdiam di rumahnya seraya bersabar dan mengharap ridha Allah, dan dia menyadari bahwa tidak menimpa dirinya kecuali apa yang telah Allah tuliskan untuk dia, kecuali bagi dia pahala semisal pahala orang yang mati syahid." (HR Ahmad).
Baginda Nabi saw. pun bersabda, "Tidaklah seorang hamba ditimpa musibah lalu ia berkata, 'Inna lillâhi wa innâ ilaihi râji'ûn [Sungguh kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali]; ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini, dan berilah aku ganti yang lebih baik darinya,' kecuali Allah memberi dia pahala dan kompensasi atas musibah itu dengan sesuatu yang jauh lebih baik." (HR Muslim).
Yang lebih penting, siapapun yang tertimpa musibah, jika dia seorang Mukmin, itu adalah isyarat/tanda cinta Allah SWT kepada dirinya. Sabda Baginda Nabi saw., "Sungguh jika Allah mencintai suatu kaum, Dia pasti menguji mereka (dengan ragam musibah). Siapa saja yang ridha, untuk dia keridhaan (Allah)." (HR at-Tirmidzi).
Alhasil, di balik musibah sebetulnya ada keberkahan berlimpah. Bersyukurlah. Jangan berkeluh-kesah.
Ustaz Fatih Karim
Founder Cinta Quran Foundation, Co-Founder QuranBest, IG : @fatihkarim
*Artikel ini adalah kiriman pembaca. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab pembaca. Redaksi tidak bertanggungjawab atas isi artikel, baik sebagian mau pun seluruhnya.
(erd/erd)