Pendaftaran Paten Peneliti di Indonesia Rendah

Pendaftaran Paten Peneliti di Indonesia Rendah

Faidah Umu Sofuroh - detikNews
Sabtu, 25 Apr 2020 22:29 WIB
Penelitian Internasional: Guru Indonesia Bergaji Rendah Namun Dihormati
Foto: ABC Australia
Jakarta -

Data Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) menunjukkan bahwa daftar paten oleh peneliti Indonesia hanya satu per enam dari peneliti asing di Tanah Air. Hal ini diakui oleh Direktur Inovasi Institut Teknologi Surabaya, Achmad Affandi, dan Direktur Paten DTLST, Rahasia Dagang dan Paten, Dede Mia Yusanti, karena masih kurangnya kolaborasi antara peneliti dengan industri yang mengerti kebutuhan pasar.

Sebagai data perbandingan pada 2009, paten yang didaftarkan di Indonesia sejumlah 415 sedangkan dari penemu asing sebanyak 4.103 aplikasi. Paten yang mendapat grant di Indonesia mulai tercatat pada 2016 sebanyak 292 paten dari penemu Indonesia, sedangkan dari asing sebanyak 2.713 paten terdaftar.

"Kenapa kebanyakan dari asing, karena dari asing lebih banyak yang mengajukan permohonan. Sementara itu, pemahaman kita terhadap paten juga masih kurang. Biasanya peneliti kita jago dalam penelitiannya, tapi ketika menuangkan invensinya itu nggak nyambung dengan klaimnya. Jadi harus revisi berkali-kali, jadi itu kenapa alasan kenapa (paten) dalam negeri agak lama (bertambah jumlahnya)," papar Dede dalam keterangan tertulis, Sabtu (25/4/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dede, monetisasi paten di Indonesia untuk industri baru sekitar 10 persen dari yang didaftarkan. Hal itu sebetulnya merugikan peneliti sendiri karena harus terus membayar perlindungan patennya, tapi tidak mendapatkan keuntungan ekonomi dari penemuannya.

Dede menjelaskan bahwa meski masih dalam pengembangan, ventilator tersebut bisa dilindungi patennya asalkan sudah memenuhi syarat-syarat pendaftaran paten. Pendaftaran tersebut tidak hanya penting untuk perlindungan invensi, tetapi juga penghargaan bagi para penemunya dari sisi ekonomi dan untuk pengembangan invensi lebih lanjut.

ADVERTISEMENT

"Invensi tanpa komersialisasi itu bukan invensi. Sebuah invensi sangat penting untuk dikomersialisasikan, caranya ada banyak seperti dijual putus, dilisensikan, diproduksi sendiri produknya, dipindahkah kepemilikannya berdasarkan kontrak, merger dan akuisisi hingga klaim pelanggaran paten," lanjutnya.

Affandi sepakat bahwa pada awal 2000, para perguruan tinggi Indonesia baru bergeser ke budaya penelitian. Hal itu terlihat pula dalam grafik data WIPO pada 2016-2018. Pada saat itu, pendaftaran paten peneliti Indonesia sudah mencapai 1.400-an aplikasi.

"Dalam karier saya 30 tahun di ITS, memang harus diakui ada kesulitan para peneliti menuliskan invensinya dengan bahasa hukum ya. Dulu memang belum ke arah komersialisasi orientasinya, lebih berakhir ke laporan. Tapi di tahun 2015 ke sini, kami mulai bekerjasama dengan pihak industri untuk melakukan komersialisasi," papar Affandi.

Di sisi lain, Affandi mengatakan penyebaran pandemi COVID-19 telah menunjukkan kesadaran itu pada para akademisi dalam membuat invensi untuk menyokong industri nasional. ITS yang bekerja sama dengan Rumah Sakit UNAIR dan BPFK telah membuat low cost ventilator untuk menambal kekurangan ventilator di rumah sakit yang merawat pasien Corona.

"Kami berkolaborasi dengan industri dan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan ini. Kami belajar banyak dari COVID-19 ini sehingga ke depan kita akan bisa lebih mandiri dalam mengembangkan industri nasional dalam pendaftaran patennya ini bisa lebih tinggi, karena kalau masih pakai teknologi luar artinya kita masih impor teknologi," kata Affandi.

Affandi juga menambahkan bahwa ada banyak perusahaan atau venture IP yang tertarik untuk membeli atau membiayai produksi paten. Hanya saja, para peneliti harus mengetahui kebutuhan pasar sehingga invensinya relevan. Kata dia, tidak boleh ada ego sektoral antara peneliti, perusahaan dan pemerintah dalam pengembangan inovasi guna mengembangkan industri nasional, terutama di masa sulit ini.

"Dalam era Covid ini, kita terpuruk, ekonomi kita terpuruk, tapi dengan IP dan kebersamaan ini kita bisa bersama-sama bangkit," pungkasnya.

(prf/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads