Virus Corona (COVID-19) telah menjadi pandemi global. Wabah mematikan ini sudah masuk ke ratusan negara. Puluhan ribu orang meninggal dunia karena COVID-19.
Rasa waswas menghantui setiap warga yang negaranya mengalami pandemi. Begitu juga mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh pendidikan di Prancis. Rasa khawatir terpapar virus Corona terlintas dibenak mereka. Hal itu karena saat ini jumlah meninggal dunia akibat COVID-19 sudah mencapai ribuan orang.
Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Prancis Wisnu Uriawan mengatakan, sejak Senin (16/3), Pemerintah Prancis sudah meliburkan aktivitas kegiatan belajar-mengajar. Pelajar dan mahasiswa diminta untuk belajar di rumah. Setelah itu, pada Rabu (18/3) Pemerintah Prancis mengeluarkan kebijakan lockdown.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang pertama adalah pembelajaran masih tetap berlangsung karena masih bisa online, jadi modul mata kuliah tingkat S1-S2 mereka sudah siapkan berbasis e-learning, kemudian masing-masing mahasiswa bisa mengakses melalui akunnya masing-masing kemudian tugas dan lain-lain dilaksanakan secara online jadi untuk pembelajaran masih tetap berjalan," ujar Wisnu saat dihubungi detikcom, Senin (20/4/2020).
"Nah untuk yang doktoral atau yang doktor karena sudah berbasis research itu rata-rata kan di lab seharusnya, jadi sudah masing-masing lab tidak di kelas lagi kalau doktoral. Kemudian untuk yang berbasis labnya full, itu masih terkendala karena memang perangkat dan lain-lain hanya disediakan di lab jadi mereka selama lockdown ini aktivitasnya hanya mungkin membuat karya tulis jadi progres research-nya teori dulu," sambungnya.
Wisnu menceritakan saat ini ada sekitar 600 mahasiswa dari jenjang S1, S2, dan S3 yang sedang kuliah di Prancis. Selama masa lockdown ini, mahasiswa Indonesia tidak terlalu kesulitan untuk membeli kebutuhan pokok. Sebab, Pemerintah Prancis tidak mempersulit bagi warga yang ingin ke luar rumah untuk membeli kebutuhan pokok.
"Jadi memang diizinkan untuk membeli kebutuhan pokok. Membeli logistik karena supermarket, grosir masih buka dan ini alhamdulillah untuk kebutuhan pokok bisa diakses, bisa keluar izinnya. Wajib pakai masker. Surat izin awalnya berbasis surat biasa boleh tulis tangan karena ada formatnya kemudian yang terakhir sudah berbasis online," katanya.
Menurutnya, apabila ada warga yang keluar rumah tidak membawa surat izin, akan mendapat denda lebih dari 35 euro. Sebab, polisi selalu berpatroli setiap saat.
Mahasiswa S3 yang mengambil program studi informatika dan matematika di INSA, Lyon, ini menjelaskan duka mahasiswa PPI selama lockdwon. Yang paling susah untuk diobati, kata dia, ketika rasa rindu terhadap keluarga datang. Mereka yang ingin pulang ke tanah air terkendala akibat adanya wabah ini.
"Kalau pas kangen-kangennya terutama anak-anak S1 pengen pada pulang kangen orang tua sementara kan untuk pulang ribetlah. Yang sedihnya itu kan satu saya nggak bisa pulang. Harusnya kan jemput keluarga kadang kalau pas nelepon ke teman-teman pengen keluar atau pengen bareng kumpul ada yang ulang tahun, ada yang apa, ini nggak bisa diselenggarakan. Artinya itu kesedihan tersendiri," katanya.
Meski demikian, Wisnu bersyukur hingga kini tak ada satu pun mahasiswa PPI Prancis yang mengalami kelaparan di masa Pandemi ini. Kebutuhan makan mereka tercukupi.
"Alhamdulillah sampai hari ini kita belum ada informasi yang mengalami sampai kesulitan makan," katanya.
Wisnu mengatakan ada beberapa mahasiswa Indonesia yang juga bekerja untuk menambah kebutuhan ikut terdampak akibat adanya pandemi. Mereka hanya mendapat separuh hingga seperempat bayaran dari biasanya. Bahkan, ada juga mereka yang harus berhenti bekerja.
"Ada anak-anak S1 itu dia bekerja di sini, jadi sambil bekerja di sini cuma kan dalam kondisi hari ini itu ada yang cuma kontrak, jadi dia mungkin hanya menerima gaji setengah atau seperempat, itu yang butuh perhatian, tapi tidak terlalu banyak jumlahnya," katanya.
Baca juga: Wabah Corona dan "Leadership" Global |
Meski demikian, Wisnu mengaku Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Prancis juga telah memberikan bantuan berupa bahan logistik hingga perlengkapan kesehatan. Namun, bantuan itu belum didapat oleh semua mahasiswa yang ada di Prancis.
"Sekarang baru tahap satu. Mudah-mudahan ada lanjutannya ini sedang proses kan karena luas Prancis ini jadi masih proses pemberian di tahap satu. Mudah-mudahan di periode kedua ada lagi harapannya," ucapnya.
Untuk membunuh waktu bosan selama lockdown, mahasiswa PPI Prancis biasanya saling bertukar video. Ada yang mengirimkan video TikTok, cover musik, hingga menu masakan.
Tak hanya itu, PPI Prancis juga sudah menyusun rencana untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Meski tetap dilakukan secara online untuk dapat saling terhubung.
"Kemudian nanti dalam menghadapi Ramadhan juga banyak kegiatan online yang itu akan makin kreatif, misalnya lomba masak, lomba bikin menu, kemudian yang aktivitas cover musik jadi. Semua aktivitas di luar pembelajaran tetap masih kita akan coba selenggarakan sambil mengisi hari-hari," ujarnya.
Wisnu berharap wabah ini dapat segera berakhir. Sehingga, pada Lebaran nanti seluruh warga Indonesia yang ada di Prancis dapat berkumpul kembali.
"Kalau Lebaran biasanya kan kita ada WNI juga di sini yang sudah lama menetap atau bahkan menikah dengan orang sini biasanya mereka open house pas hari Idul Fitri, mereka open house kami diundang para pelajar ini diundang makan. Tapi kalau masih diperpanjang (lockdown) juga, ini alamat Lebaran-nya di rumah masing-masing," ujarnya.