Pemodelan yang dibuat Tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menunjukkan, bila gelombang mudik tak dilarang, orang yang terjangkit virus Corona akan melonjak. Dengan kapasitas rumah sakit tak sebanding dengan calon pasien, angka kematian diprediksi meningkat.
Dalam situasi seperti ini, bagaimana persepsi publik atas mobilitas mudik menghadapi merebaknya COVID-19? Tim peneliti kebencanaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan UI, Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), dan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) memotretnya dengan sebuah survei.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti dari Pusat Krisis dan Bencana Fakultas Psikologi UI Dicky Chresthover Pelupessy yang turut terlibat dalam survei mengatakan sebanyak 5.173 responden berhasil dijaring. Namun setelah dilakukan pembersihan data, sampel akhir menjadi sebesar 3.853 responden yang 71,14 persennya berdomisili di Pulau Jawa.
Dari seluruh responden tersebut, menurut Dicky, ditemukan angka 43,78% masih punya rencana mudik di tengah pandemi COVID-19. Sebanyak 69,06% dari yang berencana mudik itu (43,78%) pulang ke kampung halaman dengan tujuan memperingati hari raya Idul Fitri.
"Jadi masih banyak penduduk yang merencanakan untuk mudik pada saat libur hari raya Idul Fitri," ucap doktor ilmu Psikologi Komunitas dari Victoria University, Australia, itu kepada detikcom, Senin (13/4/2020).
Dicky juga memaparkan sebagian besar responden memang punya rasa kekhawatiran, bahkan sangat khawatir, jika mudik Idul Fitri berpotensi menularkan virus kepada keluarga yang berada di kampung halaman. Namun ternyata ada juga responden yang tidak khawatir, dengan jumlah masih cukup banyak sebesar 10,25%.
"Lebih dari separuh atau hampir 60% dari yang tidak khawatir tersebut beralasan mereka merasa sehat-sehat saja. Ada pula yang memberikan pendapat bahwa kondisi kampungnya yang baik-baik saja," ujar pakar psikologi sosial dari UI itu.
Melihat masih besarnya minat masyarakat untuk pulang kampung, tim peneliti kebencanaan memberi sejumlah rekomendasi jika memang pemerintah tidak melarang mudik. Sebab, sampai hari ini, larangan mudik hanya berlaku bagi aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai badan usaha milik negara (BUMN).
Menurut Dicky, harus ada kampanye lebih intensif untuk mengubah rencana masyarakat yang masih punya keinginan mudik sebagai upaya meminimalkan risiko membawa virus Corona ke kampung halaman masing-masing.
"Perlu juga ada pengaturan dan antisipasi pergerakan masyarakat dari provinsi asal menuju provinsi dan kabupaten atau kota tujuan mudik," ujar Dicky, yang juga Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia.
"Selain itu diperlukan pengaturan dan antisipasi moda transportasi mobil, pesawat dan kereta api sebagai tiga moda utama yang akan digunakan oleh masyarakat untuk mudik," kata dia.