Pakar Transportasi Kritik Permenhub Tak Sinkron dengan Aturan PSBB Lain

Pakar Transportasi Kritik Permenhub Tak Sinkron dengan Aturan PSBB Lain

Indra Komara - detikNews
Minggu, 12 Apr 2020 10:44 WIB
Foto udara suasana di salah satu ruas jalan di Jakarta, Minggu (5/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengajukan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta ke Kemeterian Kesehatan untuk percepatan penanganan  COVID-19 di ibu kota. ANTARAFOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
Ilustrasi Jalan Jakarta. (Hafidz Mubarak A/Antara Foto)
Jakarta -

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi untuk mencegah Penyebaran Corona atau COVID-19. Salah satu poinnya adalah mengizinkan ojek, baik online maupun konvensional, mengangkut penumpang saat PSBB berlangsung di Jakarta.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai Permen yang dikeluarkan Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan itu kontradiktif dengan pasal lainnya di Permenhub. Selain itu, aturan tersebut bertentangan dengan UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Permenkes No 9 Tahun 2020.

"Peraturan ini sangat kontradiktif, bertentangan dengan aturan sebelumnya dan aturan dalam Permenhub itu sendiri serta prinsip physical distancing (jaga jarak fisik)," kata Djoko dalam keterangan tertulis, Minggu (12/4/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"(Juga) bertentangan dengan Pasal 11 C pada aturan yang sama, angkutan roda 2 (dua) berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang," imbuhnya.

Selain itu, menurut Djoko, aturan dalam Permenhub tersebut terkesan ambigu. Sebab, tak dijelaskan yang dimaksud dengan 'kepentingan masyarakat'.

ADVERTISEMENT

"Ada kesan ambigu di Permenhub No 18 Tahun 2020 (pasal 11. D), menyebutkan dalam hal tertentu untuk melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan sebagai berikut, (1) aktivitas lain yang diperbolehkan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar, (2) melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan, (3) menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit," jelasnya.

Djoko mempertanyakan soal pengawasan dan teknis pemeriksaan suhu tubuh apabila ojek dan ojek online diizinkan mengangkut penumpang selama PSBB. Dia tak yakin implementasi pencegahan COVID-19 bisa berjalan baik jika tanpa pengawasan petugas di lapangan.

"Mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingungan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada. Nampak sekali, pasal ini untuk mengakomodir kepentingan bisnis aplikator transportasi daring. Pemrov DKI Jakarta dan aplikator selama ini pelaksanaan PSBB di Jakarta sudah mau taat aturan yang sudah diberlakukan," tuturnya.

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat itu juga mengatakan, jika izin untuk ojek angkut penumpang diterapkan, itu menimbulkan potensi keirian terhadap moda transportasi lain, sehingga aturan menerapkan jaga jarak fisik pengguna sepeda motor tak terjadi.

"Juga nantinya akan merambat ke jenis angkutan lainnya. Di samping itu, tidak ada jaminan pengemudi ojek daring akan mentaati aturan itu (protokoler kesehatan). Meskipun aplikator sudah menyiapkan sejumlah aturan untuk pengemudi ojek daring selama mengangkut orang. Pasalnya, selama ini aplikator juga belum mampu mengedukasi dan turut mengawasi pengemudinya yang masih kerap melanggar aturan berlalu lintas di jalan raya. Tingkat pelanggaran pengemudi ojek daring cukup tinggi (seperti melawan arus, menggunakan trotoar, melanggar isyarat nyala lampu lalu lintas) dan cukup rawan terjadi kecelakaan lalu lintas," sebut Djoko.

Untuk itu, dia menilai Permenhub Nomor 18 tahun 2020 perlu direvisi atau dicabut. Apalagi, lanjut Djoko, dalam Pasal 92 UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juga mengatur sanksi pidana hingga denda Rp 100 juta bagi orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.

"Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah virus Corona (COVID-19) yang cukup melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini. Utamakan semangat kebersamaan untuk mencegah penularan COVID-19," paparnya.

(idn/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads