Darurat Sipil soal Corona Dinilai Tak Tepat, KSP: Itu Pilihan Terakhir

Darurat Sipil soal Corona Dinilai Tak Tepat, KSP: Itu Pilihan Terakhir

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 31 Mar 2020 08:25 WIB
Anggota KPU Pusat (2012-2017) Juri Ardiantoro
Juri Ardiantoro (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Penerapan darurat sipil terkait penanganan virus Corona (COVID-19) dinilai tidak tepat. Pihak Istana menegaskan darurat sipil merupakan opsi terakhir.

"Darurat sipil itu pilihan paling terakhir. Jika dalam pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar ini menimbulkan pembangkangan atau terjadi kekacauan sosial, pilihan darurat sipil menjadi jalan," kata Deputi IV Bidang Komunikasi, Politik, dan Diseminasi Informasi KSP Juri Ardiantoro kepada wartawan, Senin (30/3/2020) malam.

Juri mengatakan darurat sipil ini bisa saja tidak diterapkan. Semua itu, kata Juri, tergantung pelaksanaan kebijakan pembatasan sosial skala besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Soal darurat sipil ini adalah situasi yang mungkin diambil mungkin juga tidak. Karena, jika dengan pendekatan yang persuasif dan kerja sama semua pihak, kementerian, lembaga, kepolisian, dan pemerintah daerah, kebijakan ini berjalan efektif, ya tidak perlu ada darurat sipil," ujar Juri.

Juri menuturkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin kebijakan pembatasan sosial skala besar ini berjalan efektif. Kebijakan itu diharapkan dapat menekan angka kasus positif Corona di Indonesia.

ADVERTISEMENT

"Prinsipnya soal Presiden ingin ada upaya pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah penularan wabah ini secara efektif. Upaya-upaya ini harus dilakukan secara konsisten dan ada ketegasan dalam pemberlakuan kebijakan ini," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah tetap mengacu pada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan sebagai payung hukum dalam mengatasi pandemi Corona. Hal ini didasarkan pada isu COVID-19 yang merupakan kondisi yang disebabkan oleh bencana penyakit. Sedangkan darurat sipil diterapkan berdasarkan faktor keamanan dan pertahanan.

"Pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat sipil atau darurat militer," kata anggota koalisi Erwin Natosmal Oemar kepada wartawan, Senin (30/3).

Koalisi terdiri atas ELSAM, Imparsial, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICW, PBHI, PILNET Indonesia, dan KontraS. Menurut mereka, Presiden Jokowi harus berpijak pada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dalam menanggulangi permasalahan wabah COVID-19.

"Presiden harus mengeluarkan keppres terkait penetapan status bencana nasional yang akan menjadi payung hukum penerapan kebijakan pembatasan sosial. Keppres tersebut termasuk mengatur struktur komando pengendalian bencana yang lebih jelas yang dipimpin oleh Presiden sendiri," ujar Erwin.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads