Pemerintah meminta seluruh masyarakat saling melindungi untuk memutus penularan virus Corona. Apabila ada warga yang sakit, jangan dikucilkan. Begitu juga yang sehat harus dilindungi.
Pesan tersebut disampaikan juru bicara pemerintah terkait penanganan wabah Corona, Achmad Yurianto, dalam jumpa pers yang disiarkan secara langsung di Kantor BNPB, Jakarta, Minggu (29/3/2020).
"Mari lindungi yang sakit jangan didiskriminasikan, jangan distigmatisasi, tapi lindungi dia agar bisa melaksanakan isolasi diri di rumahnya bukan untuk dikucilkan tapi dibantu agar dia betul-betul melaksanakan isolasi diri dengan sebaik-baiknya. Untuk yang sehat juga harus dilindungi jangan sampai sakit, harus sama-sama dipatuhi, kita tak punya cara yang lain," kata Yuri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuri kembali mengatakan pentingnya menjaga jarak dan selalu menjaga jarak.
"Menjaga jarak lebih dari 1,5 meter adalah kunci mengurangi paparan ini. Kita juga minta siapa pun yang menunjukkan gejala seperti influenza, demam, batuk kering, disertai pilek, sesak napas, gunakan masker agar pada saat batuk yang bersangkutan batuk droplet tak menyebar ke mana-mana," ujarnya.
"Cuci tangan ini menjadi sangat penting bagi kita semua, gunakan sabun air yang mengalir, kita paham virus ini gampang rusak terkena detergen. Oleh karena itu, maka upaya-upaya ini merupakan basis penanggulangan COVID-19 harus dijalankan bersama," kata Yuri.
Stigma penularan virus Corona ini tidak hanya dialami pasien. Tenaga medis yang berjuang merawat pasien pun tidak luput dari perlakukan tidak adil ini.
Soal Corona, Pemerintah: Yang Sakit Jangan Didiskriminasi:
Salah satunya cerita miris yang dialami perawat di RSUP Persahabatan yang diminta meninggalkan kamar kosnya karena dianggap berbahaya lantaran dapat menularkan virus kepada warga.
"Kami mendapat laporan dari perawat itu bahwa ada teman-temannya tidak kos lagi di sana, di tempat kosnya. Karena setelah diketahui rumah sakit tempat bekerjanya tempat rujukan pasien COVID-19. Mereka sekarang, saya sudah tanya mereka, tinggalnya di rumah sakit dulu," kata Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia Harif Fadhilah, Selasa (24/3).
"Sementara dan pihak manajemen rumah sakit sedang berusaha mencarikan tempat tinggal yang layak untuk mereka (perawat) bisa transit," ujar Harif.
"Itu baru berita, tapi saya belum memastikan betul. Jadi cerita dari teman-teman, jadi cerita berantai. Namun gejala itu ada," ucap Harif. Dia mengaku juga mendengar adanya stigma yang dialami keluarga petugas medis. Namun dia belum mengkonfirmasi secara langsung.
Harif kemudian menuturkan stigma tak hanya dialami perawat. Koas, mahasiswa kedokteran, dan mahasiswa kedokteran spesialis RS Persahabatan juga mengalaminya.
"Kecewa dan menyayangkan. Kita juga memahami ketakutan masyarakat. Tentu harus terus kita edukasi bahwa paparan COVID-19 ini kan pada droplet bukan dari udara, tapi percikan. Selama kita bisa lakukan physical distancing, itu salah satu pencegahannya. Kalau itu bisa dilakukan di kosan, kenapa harus takut," tutur Harif.