Fraksi PPP DPR RI meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan amnesti dan grasi selektif ke narapidana dengan kasus tertentu. Hal itu guna mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19) di lembaga permasyarakatan (lapas).
"Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) DPR RI mengingatkan pemerintah bahwa overkapasitas yang terjadi di banyak lembaga pemasyarakatan (lapas) negara kita berpotensi besar menyebabkan tersebarnya virus Corona di lingkungan lapas tidak terkendali," kata Penasihat F-PPP DPR, Arsul Sani, dalam keterangan tertulis, Minggu (29/3/2020).
"Untuk itu, Arsul meminta agar Presiden mempertimbangkan pemberian amnesti umum atau grasi secara selektif terhadap narapidana (napi) kasus tertentu," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arsul mengatakan amnesti dan grasi selektif itu ditujukan untuk narapidana kejahatan ringan. Misalnya penyalah guna narkoba, bukan pengedar, dan bukan bandar.
"Yang antara lain bisa dipertimbangkan untuk mendapat amnesti umum atau grasi adalah napi yang statusnya hanya penyalah guna narkoba murni dan napi tindak pidana yang tidak masuk kejahatan berat serta sifatnya personal," tuturnya.
Arsul mengungkapkan, berdasarkan data saat ini, jumlah napi kasus narkoba ada di kisaran separuh dari total napi yang menghuni lapas di seluruh Indonesia saat ini. Karena itu, pemberian amnesti umum atau grasi kepada penyalah guna murni narkoba akan mengurangi beban overkapasitas lapas yang cukup signifikan.
"Presiden memiliki kewenangan konstitusional untuk memberikan amnesti dan grasi ini berdasar Pasal 14 UUD 1945. Namun amnesti umum atau grasi ini hanya untuk napi penyalah guna murni narkoba, bukan untuk pengedar, apalagi bandar," kata Arsul.
Wakil Ketua MPR itu menjelaskan, lagipula, sejatinya Pasal 127 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengamanatkan penyalah guna narkoba yang non-pengedar dan bandar itu untuk direhabilitasi. Namun, kata Arsul, selama ini penegak hukum tetap saja memproses hukum yang berujung penjara bagi mereka.
"Untuk memungkinkan Presiden memberikan amnesti atau grasi ini, maka Menkum HAM perlu menyiapkan data dan juga kajian tentang napi-napi mana yang pantas mendapatkannya," jelas Arsul.
Selain penyalah guna narkoba non-pengedar dan non-bandar, Arsul menilai napi kejahatan ringan lainnya bisa dibebaskan. Misalnya penganiayaan ringan.
"Selain napi penyalah guna murni narkoba, juga beberapa tindak pidana lain yang hakikatnya adalah kejahatan yang merugikan orang perorangan saja dengan jumlah kecil, seperti penipuan, penggelapan, pencurian nonkekerasan, penganiayaan ringan," pungkas dia.