Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan meniadakan UN untuk Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Keputusan ini diambil seperti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan meniadakan Ujian Nasional (UN) imbas wabah Corona.
"UN jenjang MTs dan MA tahun pelajaran 2019/2020 dibatalkan. Untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, tidak lagi gunakan nilai UN sebagaimana tahun sebelumnya," ujar Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, A Umar, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/3/2020).
Umar mengatakan, pelaksanaan Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN) MTs dan MA juga ditiadakan. Peniadaan UAMBN ini bagi madrasah yang belum melaksanakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, bagi madrasah yang sudah menyelenggarakan UAMBN, maka pesertanya akan mendapatkan Sertifikat Hasil UAMBN (SHUAMBN). Hasil UAMBN MTs dan MA ini dapat diunduh pada laman uambnbk.kemenag.go.id mulai Kamis (26/3). Setelah itu, panitia akan meneruskannya ke MTs dan MA di wilayahnya dalam bentuk soft file. SHUAMBN juga dapat cetak melalui aplikasi UAMBN-BK.
"Nilai UAMBN yang sudah dihasilkan hanya diperlukan untuk pemetaan kompetensi siswa madrasah dan tidak digunakan sebagai prasyarat kelulusan dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya," ucap dia.
Umar menjelaskan bahwa ujian madrasah untuk kelulusan berpedoman pada SK Dirjen Nomor 247 Tahun 2020 tentang POS Ujian Madrasah. Dalam konteks saat ini, ujian madrasah untuk kelulusan dalam bentuk tes yang mengumpulkan siswa tidak boleh dilakukan, kecuali bagi yang telah melaksanakannya beberapa waktu lalu.
Sebagai ganti, kata Umar, ujian madrasah dapat dilakukan dalam bentuk portofolio dari nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya. Ujian juga bisa dalam bentuk penugasan, tes daring (bila memungkinkan), atau bentuk asesmen lainnya yang memungkinkan ditempuh secara jarak jauh atau daring.
Penjelasan Menteri Nadhiem Soal Pembatan UN 2020:
"Ujian madrasah dirancang untuk mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu dipaksakan mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh," terang Umar.
"Madrasah yang telah melaksanakan ujian, dapat menggunakan nilainya untuk menentukan kelulusan siswa," sambungnya.
Lalu bagi madrasah yang tidak dapat menjalankan ujian online, maka kelulusan di Madrasah Ibtidaiyah (MI), Mts, maupun MA ditentukan lima semester terakhir. Bila nilai semester genap terakhir sudah ada, bisa dijadikan tambahan penilaian.
Menurutnya, waktu kelulusan siswa dapat ditentukan oleh madrasah dengan menyesuaikan waktu ketetapan di lingkungan pendidikan. Penetapan ini dikoordinasikan oleh Dinas Pendidikan bersama Kanwil Kemenag Kabupaten/Kota.
"Ketentuan yang sama juga berlaku untuk pelaksanaan ujian akhir semester atau kenaikan kelas," katanya.
Umar menambahkan, pihaknya juga telah mengeluarkan surat edaran yang mengatur tentang mekanisme penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020/2021. Menurutnya, panitia penerimaan di madrasah harus mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COVID-19, termasuk mencegah berkumpulnya siswa dan orangtua secara fisik di madrasah.
Kemenag menganjurkan PPDB di lingkungan madrasah untuk dilakukan secara online atau bentuk lain. Dengan syarat tetap memperhatikan protokol kesehatan.
"Penggunaan Dana BOS Madrasah atau Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) RA sedapat mungkin untuk keperluan pencegahan pandemi Covid19 termasuk untuk penyelenggaraan pembelajaran daring atau jarak jauh agar ditempuh sesuai dengan ketentuan yang berlaku," pungkasnya.
Guru Diminta Tak Bebani Siswa
Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama (Kemenag), A. Umar mengingatkan kepada para guru untuk tidak membebani siswa banyak tugas dengan tuntutan untuk mengejar kurikulum. Menurutnya, tujuan utama siswa belajar di rumah yakni memutus rantai penyebaran COVID-19, maka dari itu guru diharapkan memberikan tugas mengenai cara-cara pencegahan virus Corona agar siswa lebih memahaminya.
"Pemberian tugas pembelajaran wajib mempertimbangkan konsep belajar dari rumah, yaitu sebagai usaha memutus mata rantai penyebaran Covid-19," ujar Umar dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/3/2020).
"Oleh karena itu, beban tugas yang diberikan agar dipastikan dapat diselesaikan oleh siswa tanpa keluar rumah dan tetap terjaga kesehatan, serta cukupnya waktu istirahat untuk menunjang daya imunitas siswa," sambungnya.
Menurutnya, belajar di rumah juga bisa dilakukan dengan menitikberatkan pada kecakapan hidup, menguatkan nilai karakter atau akhlak serta meningkatkan keterampilan beribadah siswa bersama keluarga. Umar mengatakan, pemberian tugas seyogyanya juga harus mempertimbangkan kesenjangan akses atau ketersediaan fasilitas belajar di rumah masing-masing siswa.
"Bukti atau produk aktivitas belajar dari rumah, lalu diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor atau nilai kuantitatif," katanya.
Terkait dengan waktu belajar di rumah, kata Umar, disesuaikan dengan ketentuan dengan Pemerintah Daerah setempat. Perpanjangan masa belajar di rumah juga mengikuti kebijakan Pemerintah Daerah masing-masing.