Laboratororium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) ditunjuk sebagai salah satu laboratorium pemeriksa COVID-19. UI membuka layanan pemeriksaan swab mandiri.
Namun FKUI tidak melayani pemeriksaan swab mandiri untuk perseorangan. Pemeriksaan swab mandiri diberikan kepada kelompok yang diduga terjangkit virus Corona.
"Keinginan masyarakat juga cukup tinggi. Oleh karena itu kami juga buka untuk mandiri. Tapi mandiri juga dikhususkan kepada kelompok masyarakat tertentu. Karena sekali lagi kami tidak sanggup untuk melayani masyarakat satu per satu karena kita butuh juga space," ujar Dekan FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, Jumat (20/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya dalam informasi suatu kelompok masyarakat tersebut ada yang tertular mereka ingin periksa, nah itu lah yang jadi prioritas kami. Tapi tidak bisa satu per satu datang. Kita mesti secara kelompok, nah itu bisa dilakukan swab di tempat tersebut atau melalui klinik di tempat pemeriksaan tersebut," imbuhnya.
Ia mengatakan saat ini banyak pihak yang ingin melakukan tes swab di UI. Akan tetapi, UI hanya dapat memeriksa 200 sampel dalam sehari.
Oleh karena itu, UI melakukan penjadwalan bagi pasien yang akan melakukan tes swab secara mandiri. Namun, UI akan mendahulukan pemeriksaan terhadap sampel pasien suspect COVID-19 yang datang dari RSCM maupun RS UI.
"Bahkan penjadwalan ini juga sampai dengan awal April untuk pasien mandiri, tapi ketika yang program (dari RS) itu begitu masuk yang akan jadi prioritas kami. Karena itu pasien suspect yang memang sedang dalam perawatan itu cepat untuk kita tangani," ujar Ari.
"Untuk jalur program itu kebetulan tanggung jawab kami adalah pasien di RSCM dan di RS UI. Kami menerima sampel itu sesuai yang suspect kasus tersebut atau pasien dengan pengawasan yamg masuk ke situ itu nanti di swab dan diperiksa," ungkapnya.
Hasil pemeriksaannya jika negatif akan langsung diserahkan ke pihak rumah sakit. Namun jika hasilnya positif akan dikonfirmasi ke Kementerian Kesehatan.
"Ketika ada hasil memang kami langsung kontak dari yang merawat untuk antisipasi langsung tapi untuk kepentingan program bagi yang negatif bisa diserahkan hasilnya. Tapi kalau yang positif tentu kita harus konfirmasi ke Litbangkes," ujarnya.
Ari mengatakan saat ini UI sedang berupaya meneliti vaksin COVID-19. Ia mengatakan laboratorium UI sudah difasilitasi pemeriksaan virus Biosafety level 2 (BSL2) dan Biosafety level 3 (BSL3).
"Pemeriksaan ini harus standar biosafety level II. Jadi bener-bener dijaga karena kita meng-handle virus salah salah tertular dan juga tidak boleh mencemari lingkungan. Kalau lab untuk kepentingan virus ini harus BSL2. Kami terlibat dalam riset ini dalam proses pengajuan proposal nya untuk kepentingan pengembangan kit dan juga untuk vaksin. Kami sudah siap karena kami punya fasilitas BSL3 karena tingkat keamanan level 3," ujarnya.
Ari menyebut hasil riset gabungan dengan IPB menyatakan jambu biji, daun kelor, dan daun kulit jeruk bisa menghambat virus COVID-19. Namun hal itu masih harus diteliti lebih lanjut, saat ini jambu biji berguna sebagai suplemen.
"Dari pusat biofarmaka IPB jadi yang bertugas mencari bahan alam yang cocok bahwa itu ternyata pada buah jambu, daun kelor dan daun kulit jeruk itu ternyata mempunyai komposisi atau struktur herbal yang baik sehngga bisa digunakan untuk mencegah. Tapi sekali lagi ini baru dari bioinformatika. Oleh karena itu, ini perlu lanjutan utuk membuktikannya," kata Ari.
"Jadi memang kami mengusulkan untuk dilakukannya uji klinik dengan jambu Tentu dengan jus jambu ini kepada pasien yang dirawat ini sebagai suplemen, bukan sebagai obat. Tapi di satu sisi tentu teman-teman ini juga akan mencari dari struktur ini yang mana yang berpotensi sebagai pengobatan di masa depan," sambungnya.
(yld/jbr)