Di tengah-tengah wabah Corona, muncul desakan-desakan lockdown beberapa kota di Indonesia. Namun ternyata kebijakan lockdown itu tidak bisa diputuskan oleh sembarang orang. Sekalipun berkuasa di suatu daerah, orang itu harus mendiskusikan kebijakan itu dengan matang bersama pemerintah pusat.
Aturan lockdown itu tertuang dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan Pasal 9 ayat 1 dan Pasal 49 ayat 4. UU itu menegaskan karantina wilayah atau yang sering disebut lockdown merupakan kewenangan pemerintah pusat/menteri terkait.
Bila ada kepala daerah yang gegabah mengambil keputusan lockdown sendiri tanpa berkoordinasi dengan pemerintah pusat, pidana menanti mereka. Aturan ini bersifat khusus mengesampingkan hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam pidana berlaku lex specialis derogat legi generali, yang artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum, sehingga UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai UU khusus sepanjang terdapat ketentuan pidana, maka inilah yang diberlakukan," kata pakar ilmu perundang-undangan Dr Bayu Dwi Anggono saat berbincang dengan detikcom, Selasa (17/3).
Sementara itu, sanksi pidana diatur dalam Pasal 93. Sanksi yang diberikan kepada kepala daerah yang mengambil kebijakan lockdown adalah pidana maksimal 1 tahun penjara dan atau denda Rp 100 juta.
"Sehingga setiap orang yang melanggar pasal ini, termasuk kepala daerah, bisa dikenai ketentuan pidana sesuai Pasal 93," jelas Bayu.
Adapun bunyi Pasal 9 ayat 1 dan 49 ayat 4, adalah:
Pasal 9 ayat 1:
Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Sedangkan Pasal 49 ayat 4 berbunyi:
Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri
Sementara itu, sanksi ancaman pidana itu tertuang pada Pasal 93, yang bunyinya sebagai berikut:
Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Untuk diketahui, sebelumnya Wali Kota Malang mengatakan akan melakukan lockdown di daerahnya agar terhindar dari penyebaran COVID-19.
"Hari ini sudah kami putuskan darurat. Mulai hari ini orang yang berkunjung di Kota Malang masih kami kasih waktu. Untuk yang hari ini masih kami tolerir, tapi kalau besok kami harapkan dipulangkan. Tetapi lusa sudah tidak boleh ada kunjungan dari orang luar Kota Malang dulu, termasuk keluar dari Malang," kata Wali Kota Malang Sutiaji di Balai Kota Jalan Tugu, Senin (16/3).
Namun hal itu dibantah oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Prawansa, Wali Kota Malang juga telah mengkonfirmasi hal itu.
"Nggak mungkinlah kepala daerah menutup akses keluar-masuk Kota Malang. Karena itu bukan otoritas saya. Tidak ada penutupan akses, itu tidak masuk akal. Wali Kota nutup akses orang mau ke Malang," ungkap Sutiaji kepada wartawan di Balai Kota Malang, Jalan Tugu, Senin (16/3).