Koalisi Pemantau Peradilan menyoroti pencegahan penyebaran virus Corona (COVID-19) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Masih sedikitnya perhatian pencegahan Corona untuk warga binaan dinilai bisa menimbulkan risiko penyebaran virus itu menjadi lebih besar.
"Sejauh ini penanganan COVID-19 fokus untuk mengatur mobilitas orang dengan kebebasan, tapi minim menyasar terhadap orang-orang yang sedang terkurung di Rumah Tahanan Negara (Rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)," kata Koalisi Pemantau Peradilan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/3/2020).
"Minimnya perhatian terhadap orang-orang yang ditahan menimbulkan risiko persebaran COVID-19 menjalar terhadap seluruh penghuni Rutan dan Lapas, termasuk petugas. Bahkan terhadap tahanan yang sedang dalam pemeriksaan di persidangan," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koalisi Pemantau Peradilan terdiri atas sejumlah lembaga, yaitu LBH Masyarakat, LBH Jakarta, YLBHI, IJRS, LeIP, PBHI, PILNET Indonesia. Koalisi itu juga menyoroti overkapasitas di rutan dan lapas yang dinilai rentan penyebaran virus Corona.
"Over kapasitas menjadikan rutan dan lapas menjadi tempat berkumpulnya orang dalam jumlah banyak dalam satu tempat dan berdampak terhadap persebaran COVID-19 dapat bergerak dengan cepat," ujarnya.
Persebaran virus COVID-19 dinilai juga bisa menjangkiti aparatur penegak hukum, seperti hakim, jaksa, panitera yang intens berinteraksi dalam jarak dekat dan kontak fisik dengan tahanan. Koalisi Pemantau Peradilan juga menyoroti belum adanya kebijakan dari Mahkamah Agung untuk menunda seluruh persidangan.
"Koalisi Pemantau Peradilan melihat bahwa ketiadaan kebijakan dari Mahkamah Agung untuk melakukan penundaan sidang karena COVID-19 dan tidak adanya upaya yang bersinergi dengan berbagai institusi lain seperti Kejaksaan, Pengadilan, dan Kementerian Hukum dan HAM untuk menyikapi COVID-19 terhadap tahanan menyebabkan potensi penyebaran COVID-19 yang membahayakan aparatur penegak hukum dan juga para tahanan," ujarnya.
Pemerintah: Akan Terjadi Penambahan Pasien Cukup Signifikan Nantinya:
Koalisi Pemantau Peradilan meminta para tersangka/terdakwa diberi hak atas kesehatan dan hak hukum dalam proses peradilan pidana. Koalisi Pemantau Peradilan memberikan sejumlah desakan kepada pihak Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan Kemenkum HAM:
1. Melindungi tahanan di Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan dalam pemenuhan hak atas kesehatannya.
2. Mendesak Mahkamah Agung untuk mengeluarkan kebijakan tentang penundaan persidangan bagi tahanan yang saat ini sedang dalam tahap pemeriksaan di pengadilan.
3. Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kejaksaan perlu melakukan kesepakatan bersama terkait penundaan persidangan dengan implikasi jangka waktu penahanan. Perlu ada aturan bersama terkait penangguhan masa tahanan bagi tahanan yang jangka waktunya sudah mau habis.
4. Mahkamah Agung perlu mempercepat pelayanan E-litigasi (administrasi perkara dan prosedur persidangan secara elektronik untuk perkara perdata, perdata agama, dan tata usaha negara) di seluruh pengadilan sebagai alternatif penyelesaian penundaan dan/atau peniadaan sidang.
5. Lembaga peradilan perlu melakukan evaluasi sistem peradilan serta menyusun kebijakan mitigasi jika terjadi adanya bencana atau situasi darurat yang menyulitkan pelaksanaan proses peradilan pada masa mendatang.
6. Mendesak Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung meninjau ulang penahanan saat ini untuk mengurangi overcrowding di Rutan dan Lapas serta mendesak Kementerian Hukum dan HAM melalui Lapas meninjau ulang kebijakan penerapan pemberian remisi, pembebasan bersyarat (PB), cuti menjelang bebas (CMB), cuti bersyarat (CB) dengan mengutamakan warga binaan pemasyarakatan dengan hukuman ringan ataupun kejahatan biasa, termasuk pengguna narkotika.