Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) meminta generasi milenial turut dalam melakukan bela negara. Kapopunas Kohanudnas Letkol Pnb Humaidi Syarif Romas mengatakan sikap bela negara dapat dilakukan di bidang profesi masing-masing.
"Saya sampaikan di sini, membela negara itu tidak serta-merta angkat senjata, tapi segala sesuatu pengabdian sesuai prosesi merupakan bela negara," kata Romas dalam acara Visi Generasi Kini bertajuk 'Bela Negara ala Milenial: Peran TNI AU Menjaga Kedaulatan NKRI di Natuna' di Walking Drums Cafe, Jalan Pati Unus, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (14/3/2020).
Dia mengatakan ketahanan negara Indonesia tidak hanya diukur melalui aspek ketahanan militer, tapi juga ada aspek ketahanan pangan, ketahanan sosial, hingga ketahanan energi. Dia mencontohkan seorang penyanyi yang membuat lagu-lagu patriotik juga telah melalukan sikap bela negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya kita fotografer, untuk meningkatkan atau berperan sebagai pertahanan negara juga bisa dilakukan dengan kegemaran memotret itu bisa dilaksanakan memotret pesawat tempur Angkatan Laut dengan hasil yang bagus dan dipublikasikan, sehingga menimbulkan minat bagi generasi muda untuk jadi personel TNI," ujar Romas.
"Bisa juga sebagai penyanyi bisa menciptakan lagu-lagu patriotik," imbuhnya.
Kemudian, guru besar Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto Juwana mengatakan masyarakat Indonesia sekarang masih memiliki perasaan nasionalisme, misalnya saat menanggapi kasus di perbatasan Natuna, Kepulauan Riau. Menurutnya, kesadaran akan nasionalisme tersebut merupakan bentuk dari sikap bela negara.
"Contoh ketika isu Natuna ramai, tentu masyarakat akan ada pandangan mereka masing-masing. Kita senang bahwa masyarakat ada sense of nationalism. Itu salah satu bentuk bela negara," ucap Hikmahanto.
Dia menjelaskan kasus perbatasan Natuna tersebut terjadi bukan di wilayah kedaulatan Indonesia, melainkan di wilayah hak berdaulat. Oleh karena itu, pemerintah China tidak melakukan pelanggaran kedaulatan di wilayah tersebut.
"Tapi masalahnya, itu yang terjadi itu di wilayah yang kita sebut sebagai wilayah di hak berdaulat. Di luar 12 mil kedaulatan. Itu jauh di ujung sana. Nah, kalau bicara hak berdaulat, maka yang bisa kita haki adalah SDA-nya, bukan wilayahnya. Jadi SDA-nya," kata Hikmahanto.
Hikmahanto pun menambahkan agar kesadaran nasionalisme dalam kasus tersebut juga diimbangi dengan pengetahuan yang benar. Menurutnya, masih ada masyarakat yang berkomentar salah dalam kasus perbatasan Natuna sehingga rawan menimbulkan hoax.
"Tapi pada waktu saya lihat komentar netizen, mereka seolah tidak membedakan kedaulatan dan hak berdaulat sehingga mereka sangat gencar dan seolah-seolah mereka mau ambil tindakan mereka masing-masing. Angkat senjata dan lainnya. Itu mereka nggak ada senjata tapi yang kita khawatirkan adalah mereka bilang akan melakukan sweeping terhadap warga negara dari China. Itu nggak bener (bahaya)," ucap Hikmahanto.
Hikmahanto juga mengatakan percaya terhadap negara merupakan sikap bela negara. Dia pun meminta agar masyarakat percaya kepada pemerintah dalam kasus perbatasan Natuna tersebut.
"Di sini namanya kita sebagai masyarakat, dalam konteks bela negara, kita harus percayakan kepada pemerintah. Biarkan pemerintah melakukan tugasnya. Pemerintah dengan berbagai aparatnya, seperti TNI AU, pasti akan menjalankan kewenangan-kewenangan itu. Kedua, misal pemerintah abai, baru kita teriak lagi mengingatkan pemerintah bahwa jangan sampai abai," tutur Hikmahanto.
Sementara itu, Kadispenau Marsma TNI Fajar Adriyanto menjelaskan kejadian sebenarnya di perbatasan laut Natuna. Dia menegaskan tidak ada pelanggaran kedaulatan yang dilakukan pemerintah China.
"Peristiwa yang terjadi di Natuna kemarin tidak ada pelanggaran kedaulatan, tapi ada kapal asing yang masuk ZEE, sehingga itu yang diambil adalah kekayaan alam kita, tapi bukan kedaulatan wilayah. Karena dalam ZEE yang boleh kita explore yang punya berhak explore adalah negara kita sesuai UNCLOS tahun 82," ucap Fajar.
Dia pun menjelaskan TNI AU melakukan tugas operasi-operasi pemantauan dan patroli udara. Namun TNI AU tetap bersiaga apabila menemukan adanya pelanggaran kedaulatan di kawasan itu.
"Nah, jadi di Natuna kemarin, kami hanya, kami diperintahkan untuk menerbangkan satu pesawat intai dan pesawat F16 di sana untuk patroli, sebagai antisipasi kalau memang terjadi wilayah pelanggaran kedaulatan. Namun, setelah kami patroli di sana, tidak ada pelanggaran, tapi kita tetap siaga," ujar Fajar.