Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan ahli digital forensik Purwanto ke sidang kasus pengibaran bendera Bintang Kejora. Dalam sidang itu, Purwanto menjelaskan hasil identifikasi grup WhatsApp yang diikuti para terdakwa.
Purwanto merupakan ahli Laboratorium Forensik Dittipid Siber Bareskrim Polri. Dia dilibatkan oleh penyidik saat menelusuri dua kata kunci, yakni 'referendum' dan 'bintang kejora', dalam grup WhatsApp 'Monyet Papua Jakarta'.
"Kedua keyword itu ada atau tidak dalam grup itu?" tanya hakim kepada Purwanto saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakpus, Jumat (13/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada, Yang Mulia," jawab Purwanto.
Dia menjelaskan, grup tersebut dibuat pada Mei 2019 dan awalnya bernama 'Jalan_Buntu'. Nama grup itu kemudian diganti menjadi 'Mahasiswa Papua Antirasi' sebelum berganti nama menjadi 'Monyet Papua Jakarta'.
Dia menjelaskan kata 'referendum' dan 'bintang kejora' dalam grup itu ditemukan dalam percakapan anggota grup dan link yang dibagikan dalam grup tersebut. Salah satu yang dibacakan Purwanto adalah percakapan pemilik akun WhatsApp bernama Albert Pahabol beberapa hari menjelang aksi.
"Tanggal 21 Agustus oleh Albert Pahabol, bunyinya 'cat muka dengan bintang kejora'. Kemudian akun lain chat 'saya akan pakai koteka'," ungkapnya.
Dari hasil identifikasi, nomor handphone para terdakwa masuk dalam grup tersebut. Handphone milik para terdakwa itu juga disita sebagai barang bukti.
"Barang bukti yang enam tadi semuanya masuk dalam grup, kecuali yang Nokia senter tadi," ucapnya.
Dalam perkara ini, Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Anes Tabuni, dan Arina Elopere didakwa melakukan perbuatan makar. Mereka disebut menuntut kemerdekaan Papua saat demo di depan Istana Negara dan Mabes TNI AD.
Tonton juga Hakim Tolak Eksepsi Pengibar Bintang Kejora Suryanta Cs! :