Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meluncurkan buku berjudul 'Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama' di kantor PBNU Pusat, Jakarta, Rabu (11/3/2020). Buku ini menceritakan asal usul lahirnya Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia.
Menurut sang penulis yang tidak lain adalah Katib 'Am atau Sekretaris Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, NU lahir pada tahun 1926 atau setelah peradaban Kekhalifahan Turki Usmani runtuh. Padahal, saat itu Kekhalifahan Turki Usmani merupakan representatif dunia Islam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Umat Islam pun mencari-cari peradaban baru seperti apa yang harus bisa dibuat. Maka dari itu, muncul lah usulan dari Kiai Wahab Hasbullah untuk mendirikan NU sebagai solusi dari runtuhnya peradaban lama.
Namun, usulan tersebut tak langsung disambut. Sang guru dari Kiai Wahab, Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari meminta persetujuan kepada gurunya lagi, Kiai Muhammad Kholil Bangkalan. Dari situ, NU diberikan izin untuk didirikan.
"Keyakinan kita itu mendirikan NU untuk menyongsong peradaban baru karena belum ada yang tahu siapa yang menggantikan konstruksi lama," jelas dia di sela-sela peluncuran buku 'Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama'.
Selain itu, kata pria yang akrab disapa Gus Yahya ini, nama NU memiliki arti yang sangat mendalam, yakni kumpulan untuk merintis tanggapan terhadap perubahan peradaban yang diketuai oleh ulama.
"Gimana sikap Islam terhadap perubahan itu maka yang harus jawab adalah ulama. Makanya namanya Nahdlatul Ulama," tegas dia.
Maka dari itu, ia menjelaskan NU bertugas untuk mencari peradaban baru untuk umat Islam pasca runtuhnya Kekhalifahan Turki Usmani. Bahkan, saat ini NU disebut telah menjadi rujukan bagi umat Islam global.
"Jadi tugas itu mencari bersama-sama. Nah, NU hari ini sudah mulai dilihat dunia sebagai rujukan yang masuk akal sebagai rujukan dunia, bahwa cita-cita NU mewujudkan peradaban baru yang lebih mulia, harmonis yang memiliki kesetaraan hak dan martabat," tutup dia.
(pay/erd)