Indonesia akan membuka kerja sama pusat riset dan akademis dengan pemerintah Swedia terkait dengan penggunaan bioenergi berkelanjutan. Kerja sama konkret kedua negara dalam bidang energi sebelumnya juga telah dilakukan.
"Kerja sama yang konkret sebenarnya sudah dilakukan antara dua kementerian terkait di bidang energy development, di kita (Kementerian) ESDM, di sana Kementerian Energi. Lalu juga di antara katakanlah academic institute ataupun pusat riset antara dua pihak yang ingin kita dorong lebih lanjut," kata Wamenlu Mahendra Siregar dalam acara 'Policy Dialogue Strategic Bioenergy in Indonesia and Sweden' di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Rabu (11/3/2020).
Acara ini juga dihadiri Duta Besar Swedia untuk Indonesia Marina Berg. Mahendra mengatakan pertemuan bilateral ini untuk kerja sama Indonesia dan Swedia dalam mempromosikan penggunaan bioenergi yang berkelanjutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertemuan ini bilateral untuk kerja sama antara Indonesia dengan Swedia mempromosikan katakanlah penggunaan dan juga penelitian lebih lanjut untuk sunstainable bio energy. Yang tentu di masing-masing pihak memiliki target yang penting untuk dicapai," ujar Mahendra.
![]() |
"Indonesia sendiri tentu memiliki target yang jelas untuk meningkatkan penggunaan dari bioenergi dilihat dari kacamata keberadaan dari sumber-sumber yang ada di kita maupun juga dari segi energy security atau ketahanan energi beberapa waktu belakangan ini yang tentu harus lebih kita seimbangkan dengan lebih baik lagi dalam mencapai target-target ke depan itu," lanjut dia.
Menurut Mahendra, fokus dan target kerja sama ini sejalan dengan sustainable development goals (SDGs) sebagai komitmen di bawah lingkup PBB. Mahendra mengatakan perspektif bioenergi harus tepat dalam melihat dampaknya kepada lingkungan dan tidak mendiskriminasi suatu produk.
"Jadi saya dorong kerja sama antar pusat riset, akademik dan peneliti, dorong kerja sama antar industri, tapi kerangka berpikirnya tadi harus objektif, harus menyeluruh dan memang berdasarkan kepada parameter dan framework yang diakui secara internasional. Bukan yang pilih memilih sesuai dengan keinginan untuk memproteksi atau mendiskriminasi," pungkasnya.