Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diatur dalam Perpres 75 Tahun 2019. Namun, publik dibuat bingung dengan putusan itu karena tidak ada sekali pun sidang yang disaksikan oleh publik, termasuk saat putusan itu diketok.
Sebagai perbandingan, sidang judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) dilaksanakan secara terbuka. Penggugat membacakan gugatan dan ditanyai oleh majelis hakim soal maksud dan tujuan. Setelah itu, pemerintah dan DPR diminta hadir untuk dimintai keterangan secara detail.
Antara majelis hakim MK dan pemerintah-DPR terjadi dialog untuk mempertajam alasan sebuah UU disahkan. Bila para pihak masih kurang yakin, mereka bisa menghadirkan ahli di bidangnya untuk menjelaskan materi gugatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bisa ahli keuangan, ahli audit, ahli kedokteran, ahli farmasi hingga ahli agama. Mengapa? Hal itu semata-mata untuk menjelaskan dan meyakinkan majelis hakim MK karena 9 hakim MK semuanya berlatarbelakang hukum.
MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Mahfud: Tak Boleh Melawan:
Penggugat hanya bisa melihat di website MA. Apakah berkasnya sudah diregistrasi, apakah majelisnya sudah terbentuk atau belum. Bagaimana setelah itu? Penggugat hanya pasrah.
Setelah itu, MA tidak menggelar sidang dengan terbuka layaknya MK. Mereka hanya menyurati pemerintah untuk memberikan jawaban tertulis.
Penggugat dan Pemerintah tidak diberikan ruang berdebat di depan majelis hakim untuk mempertahankan argumennya.
Majelis hakim MA semuanya adalah berlatar hukum. Bagaimana bila perkara yang digugat materinya mengatur soal hitung-hitungan, atau soal teknik sipil?
![]() |
Tiba-tiba saja, muncul informasi di website MA bila perkaranya sudah diputus dengan keterangan yang sangat singkat. Yaitu Dikabulkan, Ditolak, Dikabulkan Sebagian.
Para pihak (penggugat-pemerintah) tidak diberitahu waktu sidang putusan tersebut. Jangankan hadir, undangan pembacaan sidang pun penggugat-pemerintah tidak tahu/tidak diberitahu.
Soal permintaan sidang terbuka ini sudah sering disuarakan. Namun Ketua MA Hatta Ali menolak mentah-mentah.
"Perkara di MA itu semakin meningkat. Diperkirakan 19 ribu tahun ini. Bagaimana bisa sidang terbuka? Kalau itu dilakukan terbuka saya nggak tahu deh mau bagaimana," kata Hatta Ali pada 23 Agustus 2017.
Dari 19 ribu perkara di MA, ternyata hanya 100-an perkara yang terkait judicial review. Hal itu jauh di bawah MK, yang mengadili judicial review hampir 200 perkara per tahun.
"Nggaklah, itu hal yang mustahil, melihat jumlah perkaranya," Hatta Ali menegaskan.