Terdakwa Korupsi Rp 37,8 Triliun Sebut-sebut Eks Wapres JK, Ini Kata Jaksa

Terdakwa Korupsi Rp 37,8 Triliun Sebut-sebut Eks Wapres JK, Ini Kata Jaksa

Andi Saputra - detikNews
Senin, 02 Mar 2020 14:06 WIB
Raden Priyono dan Djoko Harsono yang merupakan terdakwa kasus skandal mega korupsi Rp 37,8 triliun kembali jalani sidang lanjutan. Sidang digelar di PN Jakpus.
Raden Priyono (ari/detikcom)
Jakarta -

Terdakwa korupsi USD 2,7 miliar (setara Rp 37,8 triliun) Raden Priyono menyebut-nyebut nama mantan Wapres Jusuf Kalla (JK). Menurut mantan Kepala BP Migas itu, penyuntikan PT TPPI senilai Rp 37,8 miliar untuk melaksanakan arahan kebijakan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pada 2008. Apa kata Jaksa Penuntut Umum (JPU)?

"Kami Penuntut Umum berpendapat bahwa bentuk keberatan tersebut telah memasuki materi pokok perkara yang akan kita buktikan bersama dalam acara pembuktian di persidangan," demikian kutip detikcom dari jawaban jaksa yang tertuang dalam pendapat hukum menanggapi eksepsi Raden Priyono yang didapat detikcom, Senin (2/3/2020).

Jawaban atas eksepsi itu dibacakan di PN Jakpus hari ini. Selain Raden Priyono, duduk sebagai terdakwa mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono. Adapun Dirut PT TPPI, Honggo Wendratno hingga kini buron dan lenyap bak ditelan bumi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Proses untuk menjadi penjual kondensat bagian Negara telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, mulai dari proses penunjukan termasuk syarat-syarat yang harus dipenuhi, proses penyerahan kondensat (supply) yang mensyaratkan adanya kontrak dan jaminan pembayaran, di mana hal-hal tersebut tidak dilaksanakan oleh Ir Raden Priyono yang secara lengkap telah diuraikan dalam surat dakwaan," kata jawaban eksepsi yang ditandatangani JPU Bima Suprayoga.

Jaksa meyakini adanya penyerahan (lifting) kondensat bagian negara tanggal 23 Mei 2009 tanpa adanya jaminan pembayaran dan tanpa adanya Seller Appointment Agreement (SAA). Kontrak baru ditandatangani pada tanggal 23 April 2010, dan jaminan pembayaran baru dapat disediakan PT TPPI pada tanggal 1 April 2010.

"Namun jaminan pembayaran oleh PT TPPI ternyata tidak mencukupi, di mana hal-hal tersebut bertentangan dengan Pasal 100 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dan Surat Keputusan Kepala BPMIGAS Nomor KPTS-20/BP00000/2003-SO tanggal 15 April 2003 tentang Tata Cara Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara," cetus JPU.

JPU juga mengakui PT TPPI sudah mengembalikan USD 2,5 miliar. Jaksa berkeyakinan pengembalian uang itu tidak sesuai peraturan yang berlaku sehingga melanggar UU Tipikor. Namun jaksa menyerahkan kepada majelis hakim untuk menilainya.

"Bahwa penentuan nilai kerugian keuangan negara sebesar USD 2,7 miliar adalah karena penunjukan dan penyerahan kondensat bagian negara adalah tidak sah karena tidak sesuai mekanisme dan prosedur yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana telah diuraikan dalam surat dakwaan. Dan pada akhirnya penyerahan kondensat bagian negara kepada PT TPPI juga tidak sesuai dengan tujuan dan pemanfaatan penjualan kondensat bagian negara," papar JPU.

Sidang dilanjutkan pada 9 Maret 2020 dengan agenda pembacaan putusan sela.

Halaman 2 dari 2
(asp/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads