"Jadi saya cukupkan sampai di sini dulu untuk mengatakan bahwa omnibus law ini proyek tiba-tiba tanpa perencanaan," kata Said dalam FGD tentang 'RUU Omnibus law Cipta untuk Siapa?' di Aula DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2020).
"Lho kok Presiden ketika terpilih tanpa ada satu perencanaan membuat program baru. Padahal masih banyak program-program, janji-janji politik yang nggak pernah dia janjikan belum jalan. Yang nggak pernah dia janjikan, tiba-tiba muncul," imbuhnya.
Baca juga: Menaker Jawab Kontroversi RUU Cipta Kerja |
Said meminta Partai Keadilan Sosial (PKS) sebagai oposisi harus mengkritik omnibus law karena tak masuk program kampanye Jokowi. PKS, kata Said, harus bertanya kepada Jokowi soal dasar dibentuknya RUU itu.
"Omnibus law bukan sebuah janji kampanye atau program dalam bidang hukum yang pernah dijanjikan pada masa pilpres. Ketika tiba-tiba masuk RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional), PKS perlu tanya, bagaimana dasarnya," katanya.
Said meminta partai-partai oposisi yang berada di luar pemerintah lebih tegas membahas omnibus law dengan bentuk gugatan uji formil. Menurutnya, gugatan uji formil akan secara menyeluruh menyentuh substansi omnibus law dan bukan lagi per pasal.
"Saran saya, PKS masuk dulu pada persoalan formilnya. Jangan menyoal dulu tentang mana yang bertentangan dengan konstitusi. Persoalan formil ini kalau di MK ini sangat penting. Di MK ada uji materiil ada uji formil. Uji formil, maka rontok UU-nya, bukan pasal per pasal," imbuhnya.
Sebelumnya diketahui, Draf RUU Cipta Kerja diserahkan pemerintah ke DPR pada Kamis (12/2) kemarin. Pihak pemerintah yang menyerahkan di antaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri KLHK Siti Nurbaya, dan Menkum HAM Yasonna Laoly. Apa saja isinya?
Berdasarkan RUU Cipta Kerja yang didapat detikcom, Kamis (13/2), salah satu yang diubah adalah jam kerja dalam sepekan. Dalam UU Ketenagakerjaan, dikenal aturan 5 hari kerja dan 6 hari kerja. Masing-masing di antaranya diberi waktu istirahat.
Pasal 79 ayat 2 huruf b UU 13 Tahun 2013 menyebutkan:
Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
Nah, dalam RUU Cipta Kerja, aturan 5 hari kerja itu dihapus. Sehingga berbunyi:
Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
(idn/idn)