Dalam isi draf RUU Omnibus Law cipta kerja (Ciptaker) penetapan kehalalan suatu produk bisa juga dilakukan oleh Ormas Islam, selain dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Muhammadiyah memberikan catatan.
"Dalam hal tertentu ketentuan tersebut dapat mempermudah dan memotong birokrasi sertifikasi halal yang cenderung lambat dan berbelit. Akan tetapi, ketentuan tersebut harus disertai dengan peraturan yang jelas, transparan, dan akuntabel agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," kata Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti kepada wartawan, Rabu (19/2/2020).
Catatan pertama, menurut Abdul Mu'ti, ormas Islam yang menerbitkan produk halal yang dipercaya masyarakat. Kementerian Agama (Kemenag) harus menyeleksi ormas Islam tersebut.
"Ormas Islam yang menerbitkan harus yang berdurasi dan dipercaya oleh masyarakat. Kemenag perlu menyeleksi dan menerbitkan ijin/sertifikat bagi Ormas yang diberikan kewenangan," jelas dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, sambung dia, perlu ada biaya atau etik untuk menerbitkan sertifikat halal, sehingga tidak terkesan 'obral' fatwa.
"Perlu ada standar biaya dan ketentuan etik yang jelas sehingga tidak terjadi persaingan yang tidak sehat dan kesan "obral" fatwa," kata dia.
Selain itu, ia mengatakan perlu adanya penjelasan ormas mana yang bisa terbitkan sertifikat halal. Tujuannya agar ada pertanggungjawaban dan akutabilitas publik.
Namun saat ini Muhammadiyah belum menyatakan dukungan atau tidaknya ormas Islam bisa menerbitkan sertifikat halal karena harus dibahas di rapat pleno.
"Perlu ada pencampuran jelas ormas mana yang menerbitkan sertifikat. Misalnya halal diterbitkan oleh PP Muhammadiyah, NU, MUI, dan sebagainya. Hal demikian diperlukan sebagai pertanggungjawaban dan akutabilitas publik," tutur dia.
Diberitakan sebelumnya, Menag Fachrul Razi menjelaskan terkait isi draf RUU Omnibus Law Ciptaker soal penetapan kehalalan suatu produk bisa juga dilakukan oleh Ormas Islam, selain dilakukan MUI. Fachrul mengatakan hal itu sebagai suatu bentuk ide percepatan.
"Ide kami sebenarnya dua saja, satu bagaimana ada percepatan, kedua kita ingin yang mikro dan kecil dibebaskan dari biaya," kata Fachrul dalam konferensi pers di kantornya, jalan Lapangan Banteng Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/2).
"Kemudian mempercepat tadi itu mungkin muncul beberapa ide percepatan bagaiamana kalau tidak semata-mata MUI, ada yang lain ikut membantu," lanjutnya.