Guru besar Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana, menilai pencabutan status kewarganegaraan WNI pengikut ISIS cukup lewat SK Menteri Hukum dan HAM. Beda dengan Hikmahanto, Prof Gayus Lumbuun menilai pencabutan kewarganegaraan itu dilakukan oleh pengadilan atas tuntutan Jaksa Agung.
Versi Hikmahanto, ia merujuk kepada PP 2 Tahun 2007 Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.
![]() |
"Surat Keputusan Menkum HAM sebagai produk hukum hilangnya kewarganegaraan anggota ISIS eks WNI," kata Hikmahanto saat berbincang dengan detikcom, Selasa (18/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini tertuang dalam Pasal 34 ayat (3) PP 2/2007 yang menentukan:
Dalam hal hasil pemeriksaan dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Menteri menetapkan Keputusan Menteri tentang nama orang yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia.
"Secara hukum mereka yang telah memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU Kewarganegaraan 2006 telah dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraan Indonesianya," ujar Hikmahanto.
Apa yang hendak dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah menetapkan secara administratif berdasarkan Surat Keputusan Menkum HAM bahwa mereka-mereka yang telah kehilangan kewarganegaraan Indonesianya.
"Adalah tepat jika Menko Polhukam menginstruksikan agar BNPT mendata mereka-mereka yang bergabung dengan ISIS yang telah memenuhi kualifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU Kewarganegaraan atau Pasal 31 ayat (1) PP 2/2007," papar Hikmahanto.
Tindakan BNPT ini sesuai pasal 32 ayat (1) PP 2/2007 yang menentukan:
Pimpinan instansi tingkat pusat yang mengetahui adanya Warga Negara Indonesia yang memenuhi ketentuan kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) mengkoordinasikan kepada Menteri.
"Pasca penerbitan Surat Keputusan Menteri, kalaulah ada WNI yang telah ditegaskan kehilangan kewargangeraan maka mereka tentu bisa mengajukan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan TUN akan membatalkan Surat Keputusan Menteri atau mengukuhkannya berdasarkan argumentasi dan bukti-bukti yang disampaikan oleh pemohon tersebut," cetus Hikmahanto.
Simak Video "Eks Presiden ISIS Indonesia Bicara Soal Kepulangan WNI Eks ISIS"
"Dikarenakan adanya pelanggaran hukum yang harus diselesai melalui proses hukum di pengadilan untuk dipertimbangkan berbagai perbuatan pelanggar hukumnya," kata Gayus saat dihubungi terpisah.
Pelanggaran WNI itu seperti bergabung menjadi tentara asing tanpa izin Presiden, menjadi anggota kelompok terorisme dan berbagai pelanggaran berat lainnya. Maka pertimbangan hukum dan sanksinya harus diputuskan oleh pengadilan dengan tidak serta merta boleh diputuskan oleh pemerintah dengan kewenangannya saja melalui tindakan hukum.
"Tetapi harus melalui proses hukum, termasuk hukum administrasi, di mana Pemerintah berkedudukan sebagai bestuur handelingen. Sebagai bentuk tindakan ini, Pemerintah yang harus diproses pengadilan dengan mempertimbangan keadilan secara lengkap," ujar Gayus.
Menko Polhukam Mahfud Md sebelunya memastikan pencabutan status kewarganegaraan tidak perlu lewat proses pengadilan. Pakar hukum tata negara yang kini di pemerintahan itu mengaku pemerintah masih menggodok aturan soal status kewarganegaraan eks ISIS.
"Itu sedang dikerjakan oleh BNPT nanti pokoknya bentuknya Keputusan Pemerintah, keputusan pemerintah bisa bentuknya Keppres kalau itu orang permohonannya naturalisasi. Bisa (keputusan) Menkumham kalau pencabutan, kan gitu. Tergantung apa, lihat nanti," kata Mahfud.