Tidak hanya itu, dia menyebut pembayaran untuk guru honorer dari dana BOS sebagai bentuk kepedulian Kemendikbud. Hal ini karena disebut adanya keluhan guru yang hanya diberi honor Rp 150-300 ribu.
"Karena ketika yang lalu ada keluhan-keluhan ada guru yang cuma dikasih honor Rp 150 ribu, Rp 300 ribu, dan lain-lain, ini sebetulnya kepedulian Kementerian Pendidikan dan kebudayaan terhadap guru-guru yang kurang mendapat perhatian. Untuk sementara kita lakukan seperti ini. Untuk selanjutnya perlu ada pembicaraan khusus lagi antarkementerian," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal tersebut, Ketua PB PGRI dan Pembina Federasi Guru dan Tenaga Honorer Swasta Indonesia Didi Suprijadi menyebut tidak seluruh guru honorer memiliki NUPTK. Menurutnya, guru yang memiliki NUPTK hanya di beberapa daerah.
"Hanya Sidoarjo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Subang yang tenaga honorernya punya NUPTK, karena kabupatennya care. Jadi yang lain tidak. Jadi kemungkinan tenaga honorer yang sudah bertahun-tahun yang tidak punya NUPTK gigit jari," kata Didi.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengatakan banyak daerah tidak mau mengeluarkan NUPTK. Hal ini karena adanya ketidaksiapan dan takut bertanggung jawab.
"Banyak daerah yang tidak mau mengeluarkan NUPTK karena takut harus bertanggung jawab, nanti harus ngasih honor dan segala macam. Karena ketidaksiapan," kata Ledia.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengeluarkan episode ketiga dari kebijakan 'Merdeka Belajar'. Nadiem mengatakan sebanyak 50 persen anggaran dari dana BOS dapat digunakan untuk membiayai guru honorer.
"Jadi kalau episode I mengenai asesmen Merdeka Belajar adalah UN USBN Zonasi dan RPP. Itu episode I. Episode II adalah tema Kampus Merdeka itu mengenai buka prodi baru, akreditasi SKS yang dimerdekakan di kampus dan PTN BH. Itu episode II. Jadi kita hari ini ada di episode III. Episode III topiknya adalah BOS," kata Nadiem di Gedung Djuanda I, di Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Jakarta Pusat, Senin (10/2).
(dwia/mae)