"Mereka itu tidak dikeluarkan dari kewarganegaraan, tetapi sudah membuat dirinya sendiri lepas dari kewarganegaraan. Oleh karena itu, lebih baik tidak memulangkan mereka," kata Wapres Ma'ruf kepada wartawan di Kantor Wapres RI, Jakarta, seperti dikutip Antara, Kamis (13/2/2020).
Ma'ruf menegaskan status kewarganegaraan ratusan warga itu hilang ketika mereka memutuskan meninggalkan Indonesia dan bergabung dengan kelompok ISIS. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Pasal 23 Huruf d dijelaskan bahwa WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan masuk dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden.
"Sebenarnya mereka sendiri yang membuat terlepas dari kewarganegaraan dengan keikutannya dalam kelompok ISIS. Itu sudah dalam ketentuan peraturan perundang-undangan," jelasnya.
Selanjutnya, pada Huruf f disebutkan jika WNI secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.
Oleh karena itu, pemerintah menganggap WNI yang tergabung dengan kelompok ISIS itu sudah memenuhi persyaratan secara undang-undang untuk hilang status kewarganegaraannya. Setelah memutuskan tidak memulangkan ratusan WNI yang bergabung dengan ISIS, pemerintah selanjutnya memverifikasi identitas para kombatan tersebut. Hal itu dilakukan sebagai pencegahan agar mereka tidak lagi bisa masuk ke wilayah NKRI dan menyebarkan paham radikal.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud Md merujuk pada data Badan Intelijen Pusat AS atau Central Intelligence Agency (CIA) yang menyebutkan jumlah WNI diduga bergabung dengan ISIS sebanyak 689 orang.
Mahfud menyebutkan 228 warga di antaranya telah teridentifikasi, sedangkan 401 lainnya belum lengkap identitasnya.
(idn/jbr)