Tepat 29 tahun lalu, pesawat pengebom siluman Amerika Serikat menjatuhkan dua buah bom di sebuah pemukiman penduduk di Baghdad, Irak. Sayangnya aksi pengeboman bagian dari Perang Teluk untuk membebaskan Kuwait dari invasi Irak itu mengakibatkan 314 penduduk sipil tewas, 130 orang diantaranya masih anak-anak.
Otoritas Irak saat itu menyebut, sasaran adalah bungker tempat perlindungan serangan udara bagi masyarakat sipil. Peter Arnett, seorang reporter untuk Cable News Network di Baghdad, mengatakan bangunan itu telah menampung warga sipil pada malam hari sejak hari-hari pertama serangan udara Sekutu.
Namun pejabat Pentagon AS di Washington berkilah mereka memiliki bukti bahwa gedung yang menurut militer AS telah disamarkan bentuk atapnya tersebut merupakan pusat komunikasi untuk komando pasukan militer. Hal itu diketahui dari proses pengintaian dengan teknologi tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Operasi Pentagon, Letnan Jenderal Thomas Kelly menyatakan dari foto pengintaian intelijen menunjukkan ada orang-orang dan kendaraan militer hilir mudik di sekitar bangunan.
"Pemahaman saya adalah awalnya tempat itu dibangun sebagai tempat perlindungan serangan udara. Lalu kemudian dikonversi ke fasilitas militer. Kami yakin akan hal itu," ujar Kelly seperti yang diberitakan The New York Times.
Namun para pejabat Amerika tidak dapat sepenuhnya menjelaskan mengapa intelijen mereka gagal mengungkapkan keberadaan sejumlah besar warga sipil di lokasi yang dibom memakai dua pesawat siluman jenis F-117A tersebut. "Mungkin mereka tidak masuk dan keluar sampai setelah gelap pada malam sebelum serangan. Dan kami tidak memiliki foto itu," ujar Kelly.
"Saya tidak nyaman bahwa ada masyarakat sipil terluka, percayalah," ujar Jenderal Kelly. "Tapi saya sekaligus merasa nyaman karena bangunan itu merupakan fasilitas komando dan kontrol."
Sementara perwira Pentagon lainnya Kapten David Herrington memberi keterangan dari gedung tersebut Irak mengendalikan pertahanan udara. "Pada awal Perang Teluk kami telah mengumumkan bahwa sejak hari pertama kami telah menargetkan komando dan kontrol strategis," ujar Herrington.
Herrington memaparkan tempat perlindungan yang diklaimnya sebagai fasilitas militer itu berbatasan dengan area perumahan, sekolah, masjid, dan pusat rekreasi warga. Karena letaknya di tengah fasilitas sipil, militer AS memilih melancarkan serangan dini hari sekitar pukul 4.30 waktu Irak.
"Untuk mencapai target itu dilepaskan dua bom yang dipandu laser," kata Herrington seperti yang dikutip The Times. Dia pun menuding pemerintah Irak telah menempatkan masyarakat sipil di lokasi yang disebutnya sebagai fasilitas militer.
Perselisihan tentang apakah bungker yang dijatuhi bom seberat 900 kg tersebut merupakan instalasi militer atau bukan tidak pernah diselesaikan. Pemerintah AS tetap ngotot operasi pengeboman itu sesuai prosedur dan ditujukan bagi instalasi militer.