Kader PDIP Aceh Imran Mahfudi menggugat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri hingga Mahkamah Partai ke PN Banda Aceh. Gugatan itu berkaitan dengan Konferensi Daerah (Konferda) PDIP Aceh beberapa waktu lalu.
Gugatan sengketa internal partai tersebut didaftarkan ke PN Banda Aceh dengan nomor perkara 10/Pdt.Sus.Parpol/2020/PN-BNA. Gugatan dilayangkan pada Selasa (11/2/2020) kemarin.
"Saya telah mendaftarkan gugatan sengketa internal partai terhadap Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Mahkamah Partai PDI Perjuangan dan DPD PDIP Prov Aceh pada Pengadilan Negeri Banda Aceh dan telah terregister dengan nomor perkara 10/Pdt.Sus.Parpol/2020/PN-BNA," Imran kepada detikcom, Rabu (12/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam provisinya, Imran meminta PN Banda Aceh menangguhkan pemberlakuan SK TERGUGAT I Nomor 33/KPTS-DPD/DPP/IX/2019 tanggal 10 September 2019 tentang Struktur, Komposisi dan Personalia Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Provinsi Aceh 2019-2024 sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum yang tetap dalam perkara aquo.
Dia juga meminta PN Banda Aceh menyatakan kepengurusan DPD PDI Perjuangan Provinsi Aceh masih sah dipimpin oleh H Karimun Usman selaku Ketua, Rifki Tajuddin selaku Sekretaris dan Farid Reza Firmandez selaku Bendahara, sampai dengan adanya putusan hukum yang berkekuatan hukum yang tetap dalam perkara aquo.
Sementara, dalam pokok perkaranya, Imran meminta PN Banda Aceh membatalkan keputusan Konferda Aceh pada tanggal 3 Agustus 2019. Dia juga meminta Kongres V PDIP di Bali yang digelar pada 8-10 Agustus 2019 tidak sah dan bertentangan dengan hukum.
"Persoalan yang menjadi alasan diajukannya gugatan ke pengadilan adalah terkait masalah pelaksanaan Konferda V PDI Perjuangan Aceh pada Agustus tahun lalu," katanya.
Menurut Imran, satu kewenangan Konferda yaitu membentuk kepengurusan partai, namun yang terjadi, DPP partai langsung menunjuk Muslahuddin Daud sebagai ketua DPD tanpa proses pemilihan atau musyawarah mufakat dengan peserta Konferda. Dia menilai hal itu adalah pelanggaran terhadap anggaran dasar partai sebagaimana diatur dalam pasal 72 ayat (3).
"DPP Partai telah mengambil alih kewenangan yang dimiliki forum Konferda untuk menentukan ketua DPD partai, yang lebih aneh lagi Muslahuddin Daud hanya diusulkan oleh satu DPC, namun DPP tetap menunjuk yang bersangkutan sebagai ketua DPD," sebut Imran yang juga calon ketua DPD PDIP pada Konferda lalu.
Imran mengatakan, akibat pelanggaran tersebut hasil Konferda dianggap tidak sah sehingga seluruh tindakan mewakili partai tidak sah. Hal itu termasuk perwakilan DPD PDIP Aceh yang ikut Kongres V PDIP di Bali tidak sah sehingga berimbas tidak sahnya Kongres V PDI Perjuangan.
"Sehingga di dalam petitum gugatan disamping meminta majelis hakim menyatakan tidak sah Konferda V PDIP Aceh, juga meminta agar dinyatakan tidak sah Kongres V PDIP," bebernya.
Imran menjelaskan, sebelum melayangkan gugatan ke PN Banda Aceh, dirinya telah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa ke mahkamah partai pada tanggal 8 Agustus 2019. Namun hingga kini belum Mahkamah Partai belum mengadili permohonan tersebut.
"Sebetulnya terkait persoalan ini, saya lebih senang apabila menempuh upaya penyelesaian melalui mahkamah partai, namun karena mahkamah partai pun tidak tunduk pada ketentuan UU, tidak ada pilihan bagi saya selain membawa persoalan ini ke Pengadilan," jelas Imran.