Polda Banten belum menetapkan tersangka tambang emas ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Padahal tambang emas ini jadi salah satu penyebab terjadinya tanah longsor dan banjir pada awal 2020 di Lebak.
Saat ditanya perkembangan penyidikan kasus ini, Kapolda Banten Irjen Agung Sabar Santoso hanya menjawab singkat. Dia hanya menjawab Satgas Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) masih bekerja.
"Oh iya, kita tetep, pasti," kata Agung singkat kepada wartawan di Kantor Kejati Banten, Jl Serang-Pandeglang, Kota Serang, Senin (10/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satgas PETI sudah menutup 21 lokasi tambang emas ilegal. Penutupan dilakukan bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banten (DLHK), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten, serta TNI.
Sebelumnya, Kepala DLHK Banten Husni Hasan mengatakan cukong tambang emas ilegal kabur dari kawasan TNGHS Lebak. Ada 169 lubang tambang yang teridentifikasi di taman nasional. Satu lubang, merusak sekitar 1 hektare hutan di taman nasional. Penambang menggunakan kayu untuk menahan longsor di lubang-lubang tambang.
"Lebih dari 10 lubang yang sudah kita tutup, dan penambang, cukong lari kabur, itu juga polisi berusaha mengejar mereka," kata Kepala DLHK Husni Hasan kepada wartawan di Kawasan Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Jumat (7/2).
Para cukong yang kabur dari Banten dan Lebak ini, kata Husni, jelas-jelas melanggar hukum. Mereka telah mencemari hutan dengan penggunaan merkuri untuk menambang emas. Perlu ada tindakan tegas dari penegak hukum dari Polda Banten.
"Iya harus tegas, yang memodali ini cukong-cukong, penambang umumnya pekerja dan dibayar, nanti oleh penambang hasilnya dijual ke cukong," paparnya.
(bri/fdn)