Pekanbaru - Kota Bagansiapi-api, ibukota Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), terkenal sebagai galangan kapal tradisional terbesar di Indonesia sebelum kemerdekaan. Tapi kini usaha itu bangkrut. Keterbatasan bahan baku menjadi penyebab utama para pengusaha pembuatan/servis kapal itu gulung tikar. Para pengusaha galangan kapal kayu di Bagansiapi-api ini semula tumplek di tepian pantai timur Sumatera. Tapi ketiadaan bahan baku dan sederetan UU "Sejak sepuluh tahun silam galangan kapal di Bagan sudah redup. Para pengusaha kapal tidak lagi bisa mendapatkan kayu berkualitas untuk pembuatan kapal. Akibatnya sekitar 700 orang buruh pekerja pembuatan kapal menjadi pengangguran," kata Direktur Lembagan Pengkajian Hutan Indonesia (LPHI) Andreas Herykhahurifan dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (29/11/2005) di Pekanbaru. Penyebab utama matinya galangan kapal di Bagan ini, karena terbenturnya dengan sederatan undang-undang tentang kehutanan. Dalam UU itu disebutkan bahwa pemerintah pusat memiliki kuasa penuh dalam menentukan pembagian kawasan hutan. Dampaknya, para pencari kayu yang selama ini didominasi penduduk lokal, tidak lagi bisa menebang kayu untuk menjualnya ke pengusaha galangan kapal. "Terbatasnya bahan baku tadi menyebabkan galangan kapal di Bagan tutup. Kalaupun ada yang tersisa saat ini, mereka hanya menerima upah dari pembuatan kapal. Sedangkan bahan bakunya disediakan pihak pemesan kapal tersebut," katanya. Ironisnya, di tengah sulitnya mencari bahan baku kayu tersebut, lanjut Andreas, Bagan juga menjadi daerah penyelundupan kayu berkualitas ke luar negeri. Dari Bagan, banyak kayu-kayu berkualitas dikirim secara ilegal. "Ini kan jelas aneh, pengusaha galangan kapal kesusahan mendapatkan bahan baku, tapi di depan mata kita kayu dari Rokan Hilir bisa disebarangkan ke Malaysia," kata Andreas. Tokoh masyarahah Rohil, Mahyudin, mengatakan, mestinya galangan kapal di Bagan bila dipelihara pemerintah bisa jadi aset nasional. Sebab, jauh sebelum kemerdekaan, Bagan yang dikenal sebagai penghasil ikan terbesar kedua di dunia itu, juga dikenal sebagai tempat galangan kapal terbesar di Asia. "Sebelum kemerdekaan, hampir diseluruh wilayah Asia memesan kapal dari Bagan. Malah dalam buku sejarah Bagan tercatat, pengusaha kapal dari India pernah memesan kapal kayu dengan bobot 50 ton. Sedangkan di dalam negeri, hampir seluruh wilayah di Indonesia memesan kapal dari Bagan," kata Mahyudin. Tapi kini masa kejayaan itu terus tenggelam seiring tidak adanya kayu berkualitas. Mestinya, kata Mahyudin, pemerintah memberikan solusi agar penduduk lokal bisa diberi kesempatan mencari kayu untuk kebutuhan galangan kapal. "Kalau ini dilakukan, saya yakin galangan kapal di Bagan bisa kembali berjaya," ujar Mahyudin. Ahok, seorang pengusaha galangan kapal, kepada detikcom, mengatakan, saat ini dia tengah mengerjakan 20 unit kapal dengan bobot 7 ton. Kapal itu merupakan pesanan dari pengusaha asal Ujung Pandang. "Kita cuma ambil upah pembuatan dengan harga Rp 35 juta/kapal. Karena kita tidak memiliki bahan baku, maka segala kebutuhan dalam pembuatan kapal ini disediakan pihak pemesan," kata Ahok.
(nrl/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini