Ketua Komisi A DPRD Depok, Jawa Barat, Hamzah mengakui bahwa pihaknya yang mengusulkan penyusunan rancangan peraturan daerah (raperda) anti-lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Hamzah menyebut raperda tersebut diusulkan karena penyebaran komunitas LGBT di wilayahnya yang semakin masif.
"Dari 2017, 2018, 2019 itu komunitas gay di Kota Depok itu semakin tahun semakin bertambah. Total yang sekarang kami dapatkan ada 5.700 lebih komunitas gay yang ada di Kota Depok," kata Hamzah kepada detikcom, Jumat (31/1/2020).
Dia kemudian mengungkapkan data terkait jumlah penderita HIV di Depok. Hamzah mengatakan terdapat 100 orang lebih di Depok yang terjangkit HIV karena hubungan sesama jenis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan, dari Dinas Kesehatan kita mendapat data, dari 222 orang terkena HIV di Kota Depok, 140 lebihnya itu adalah orang yang melakukan hubungan sejenis atau gay. Ini data dari Dinas Kesehatan," ungkap Hamzah.
"Maka dengan kondisi itu kami rasa sangat penting dan perlu segera membentuk perda anti-LGBT," sambungnya.
Hamzah menjelaskan wacana penyusunan raperda anti-LGBT ini sebetulnya sudah disampaikan kepada Pemkot Depok sejak Juli 2019. Dia memastikan akan mengupayakan kembali agar raperda ini bisa masuk program pembentukan rancangan peraturan daerah (propemperda) Kota Depok 2020.
"Kalau pengusulan itu boleh-boleh saja. Nanti Februari ini akan ada pengusulan rapat dengan para pengusul raperda-raperda, komisi A, B, C, D," jelas Hamzah.
Hamzah menyebut seluruh fraksi di DPRD Depok mendukung usulan penyusunan raperda anti-LGBT ini. Dia juga memastikan telah mengantongi dukungan dari para pemuka agama di Depok.
"Saya ini adalah inisiator dari perda anti-LGBT. Waktu bulan Juli saya itu, Juli 2019, itu melakukan koordinasi dengan partai-partai dan pada akhirnya seluruhnya partai-partai itu sepakat untuk membentuk perda anti-LGBT itu. Sampai hari ini saya masih terus berjuang supaya perda itu bisa terealisasi," katanya.
"Saya sudah berkomunikasi dengan tokoh lintas agama. Mereka pun mendukung, lintas agama untuk diadakannya perda anti-LGBT. Karena ini adalah menjadi kearifan lokal sebuah daerah. Tentunya karena, satu, dipandang sebagai norma agama, LGBT ini dilarang," ungkap Hamzah.
Anggota DPRD Depok dari Fraksi Partai Gerindra itu mengatakan pembentukan raperda anti-LGBT ini tidak hanya dilakukan sebagai upaya pencegahan. Tetapi juga untuk penyembuhan para pelakunya.
"Tujuannya adalah pencegahan, yang pertama. Yang kedua, merehabilitasi supaya mereka kembali normal," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, sekelompok massa berunjuk rasa meminta raperda tentang anti-LGBT disahkan. Pemkot Depok menyatakan raperda anti-LGBT itu belum masuk di prolegda tahun 2020.
Kepala Bagian (Kabag) Hukum Setda Kota Depok, Salviadona Tri Partita menjelaskan, sebuah perda yang akan dibuat harus berdasarkan kesepakatan Pemkot Depok dengan DPRD. Salviadona mengatakan usulan pembentukan raperda anti-LGBT tidak masuk ke propemperda 2020.
"Namun untuk di tahun 2020 ini belum ada usulan-usulan terkait dengan Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) LGBT. Jadi ini sebetulnya kalau wacananya itu dari DPRD sebetulnya, yang ingin mengusulkan untuk menyusun Perda LGBT ini," kata Salviadon di kantor Satpol PP Kota Depok, Jumat (31/1/2020).