Kapolri Jenderal Idham Azis diminta mengklarifikasi soal kabar penyekapan penyelidik KPK. Anggota Komisi III DPR mendengar penyekapan terjadi saat penyelidik KPK hendak memburu Harun Masiku yang terlacak di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
"Saya tanya sedikit berkaitan ini tadi. Kalau bisa, dijelaskan dengan gamblang info yang disampaikan kepada kami betul atau tidak bahwa penyidik KPK saat itu disekap semalam suntuk. Supaya clear, jangan ada spekulasi yang tidak jelas ujung pangkalnya," kata anggota Komisi III, Benny K Harman, di ruang rapat Komisi III, kompleks parlemen, Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2020).
Benny juga ingin Idham mengklarifikasi benar atau tidak Harun memiliki hubungan dekat dengan pimpinan PTIK. Benny menjelaskan pimpinan PTIK yang dia maksud adalah Irjen Aris Budiman, yang dulu menjabat Direktur Penyidikan KPK.
"Kedua, kenapa Harun ke sana ke PTIK itu juga jadi pertanyaan. Setelah dilacak, kuat dugaan bahwa HM ke sana. Katanya Ketua PTIK itu mantan direktur penyidik KPK ya kenal baik juga dengan HM tadi ya satu kampung atau apa nggak tahu saya. Ini mesti dijelaskan karena jadi tanda tanya juga, HM ke PTIK ada apa di sana," jelasnya.
Idham lalu menjawab rasa penasaran Dewan. Dia mengatakan tak ada penyekapan seperti yang dikabarkan. Idham juga menjelaskan alasan penyelidik KPK diperiksa Provos.
"Saya tidak mau berandai-andai di ruang terhormat ini. Tapi yang jelas, yang pertama kalau tidak ada kata 'penyekapan'. Bahwa ya karena paginya mau ada kegiatan wapres tentu orang yang mereka dengan dalih mau sembahyang tentu diperiksa Provos PTIK," jelasnya.
Terkait Harun Masiku dengan Aris Budiman, Idham tak menjawab. Dia juga menuturkan tak tahu saat itu Harun berada di PTIK atau tidak.
"Kemudian apakah hadir di sana karena hubungan dengan gubernur PTIK, saya juga tidak mau berandai-andai di ruangan ini. Yang jelas, saya tidak tahu kalau yang bersangkutan ada di PTIK," jelasnya.
Terkait masalah ini, KPK sebelumnya sudah menjelaskan kabar timnya yang tertahan di PTIK. Kabar yang beredar itu menyebutkan tim tersebut akan menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait OTT pada Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Dari informasi yang beredar, Hasto berada di PTIK untuk 'bersembunyi' dari kejaran tim KPK. Namun KPK menyebut ada kesalahpahaman.
"Saya sudah jelaskan tadi ke pimpinan karena hanya kesalahpahaman saja. Jadi memang saat itu petugas kami ada di sana (PTIK) untuk melaksanakan di masjid, salat. Kemudian di sana ada pengamanan sterilisasi tempat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (9/1).
![]() |
"Jadi bukan mau menangkap?" tanya wartawan.
"Jadi kemudian, oleh petugas di sana kemudian petugas sempat dicegat dan kemudian dicari identitasnya. Betul sampai kemudian diproses di situ ditanya seterusnya kemudian seperti yang Saudara tadi sampaikan tes urine dan lain-lain seolah ada orang yang ingin berbuat.... Tentunya ada kesalahpahaman di sana. Dan kemudian diberitahukan petugas KPK lalu kemudian dikeluarkan," imbuh Ali.
Ali tidak menjelaskan lebih detail mengenai kegiatan tim KPK di PTIK tersebut. Ali juga tidak menjelaskan tentang keperluan tim KPK itu melaksanakan salat di masjid PTIK.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, di tempat yang sama, turut memberikan penjelasan. Lili menerangkan kehadiran anggota KPK memang tak diketahui para polisi.
"Itu memang tidak diketahui oleh teman-teman (Polri) bahwa ini adalah petugas KPK dan kebetulan di sana lagi ada acara. Ada pengamanan tempat," kata Lili.
Mengenai kabar dirinya jadi buruan KPK di PTIK, Hasto membantah. Hasto mengaku, pada Rabu (8/1), ia sedang mempersiapkan Rakernas PDIP saat OTT KPK berlangsung.
"Saya kemarin bertemu para pemred karena saya menyampaikan bagaimana informasi terkait dengan HUT dan rakernas ini," ucap Hasto di JIExpo Kemayoran, Jakarta.
"Tidak ke PTIK ya?" tanya wartawan.
![]() |
Di kasus OTT ini, KPK telah menetapkan 4 tersangka, yaitu Wahyu Setiawan sebagai Komisioner KPU, Agustiani Tio Fridelina sebagai orang kepercayaan Wahyu Setiawan yang juga mantan anggota Badan Pengawas Pemilu, Harun Masiku sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari PDIP, serta Saeful sebagai swasta. Wahyu dan Agustiani sebagai penerima suap, sedangkan Harun dan Saeful sebagai pihak pemberi suap.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam pergantian antarwaktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia, yaitu Nazarudin Kiemas, pada Maret 2019. Namun, dalam pleno KPU, pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.