Tepat tanggal ini 72 tahun lalu, pemimpin spiritual dan politisi India, Mohandas Karamchand (Mahatma) Gandhi tertembak mati. Pembunuhnya Nathuram Godse seorang aktivis dari organisasi fundamentalis Hindu yang menembakkan tiga peluru dari sebuah pistol dalam jarak kurang dari semeter.
Pembunuhan ini terjadi saat Mahatma Gandhi menggelar doa bersama di Birla House. Sebuah rumah besar milik saudagar India, Ghanshyamdas Birla yang dipinjamkan untuk Mahatma Gandhi.
Dalam memoar Manuben Gandhi berjudul Last Glimpses Of Bapu, Mahatma Gandhi dijadwal bertemu Deputi Perdana Menteri India Vallabhbhai Patel sebelum doa yang dijadwalkan pukul 5 sore tersebut. Gandhi oleh pengikutnya sering disapa Bapu atau Bapak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Manuben menyebut Gandhi dan Patel terlibat dalam diskusi yang sangat serius. Sampai-sampai melewati jadwal doa bersama. "Tak seorang pun berani mengusik perbincangan mereka," tulis Manuben dalam catatannya. Manuben adalah kemenakan Gandhi sekaligus merangkap asisten pribadi.
Khawatir Gandhi malah marah karena tak diingatkan jadwal doa bersama itu, Manuben memberanikan diri memotong pembicaraan. Gandhi terlambat 10 menit, ratusan orang beragam usia mulai dari pelajar, pengusaha, sampai anggota militer sudah memenuhi rumah tersebut. Pelan-pelan Gandhi menaiki tangga dengan memegang bahu asistennya menuju ruang belakang.
Simak Video "Pesawat Jatuh di Afghanistan yang Diklaim Taliban Milik AS"
Manuben berjalan di sisi kanannya. Kerumunan orang berdesak-desakan melihat Gandhi lebih dekat. Perempuan muda ini melihat seorang pria dengan perawakan kekar memecah kerumunan dan mendekati Gandhi. Tangan pria itu terlipat. "Saya pikir dia hendak menyentuh kaki Bapu, seperti kebiasaan muridnya. Meskipun Bapu tak menyukai kebiasaan itu," tulis Manuben.
Pada murid yang sering menyentuh kaki dan mengambil debu bekas pijakannya, Gandhi berkata, "Saya hanyalah seorang manusia biasa." Manuben berusaha menjauhkan lelaki tersebut dari Gandhi seraya berkata acara doa sudah terlambat.
Baca juga: India Mengenang 150 Tahun Mahatma Gandhi |
Namun lelaki yang kemudian diketahui bernama Nathuram Godse itu mendorong Manuben. Barang-barang milik Gandhi yang dipegang Manuben seperti tasbih, tempolong tempat ludah, dan buku catatan terjatuh. Ketika Manuben berupaya mengambil barang-barang itu terdengar tiga kali letusan beruntun.
Gandhi masih berusaha berjalan namun kemudian terjatuh. Luka bekas tembakan terlihat di perut tokoh spiritual India itu. Ratusan orang yang memenuhi tempat itu dalam beberapa detik tertegun karena kaget dan kebingungan. Namun tidak bagi, seorang diplomat muda Amerika Serikat bernama Herbert Thomas "Tom" Reiner Jr.
Reiner yang berdiri tak jauh dari sang penembak langsung bereaksi. Dia menghampiri Godse, memegang pundak dan kemudian memiting dengan keras. Sementara pengunjung lain melucuti pistol. Dalam pitingan Reiner, Godse dihujani pukulan bertubi-tubi. Reiner tetap memegang penembak itu sampai polisi tiba.
Reaksi cepat itu tidaklah mengherankan karena Reiner adalah perwira intelijen Angkatan Laut AS yang ditugaskan pada Kementerian Luar Negeri. India merupakan daerah penugasan pertamanya sebagai seorang diplomat. Reiner yang saat itu masih berusia 32 tahun seperti yang dikutip dari The Washington Post mengagumi Gandhi.
Gerakan nonkekerasan yang ditempuh Gandhi melawan penjajahan Inggris menginspirasi dunia termasuk Reiner. Setelah tiba di India pada akhir 1947, dalam surat pada ibunya, Reiner mengaku punya harapan besar melihat langsung sosok Gandhi.
Rasa penasaran atas Gandhi itu, membimbing wakil konsuler Kedutaan AS di New Delhi itu menghadiri pertemuan doa bersama di Birla House. Dalam buku yang ditulis Roy Olin Stratton berjudul SACO, the Rice Paddy Navy, Reiner sebenarnya merasa heran karena tak ada penjagaan yang ketat pada Gandhi mengingat 10 hari sebelumnya ada bom yang meledak di tempat itu.
Setahun setelah peristiwa itu, Reiner dipindahkan ke Korea. Dia menjabat di negara tersebut sebagai konsul jenderal. Sementara Godse, dijatuhi vonis hukuman mati. Godse berkeyakinan Gandhi mendukung tuntutan politik umat Islam yang ingin berpisah dari India. Eksekusi atas aktivis organisasi sayap kanan itu digelar November 1949.