Pengacara Raja Agung Sejagat: Hukum Adat Sumber Hukum Nasional

Pengacara Raja Agung Sejagat: Hukum Adat Sumber Hukum Nasional

Danu Damarjati - detikNews
Jumat, 24 Jan 2020 18:02 WIB
Sofyan Mohammad, kanan. (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -

Pengacara 'Raja' Keraton Agung Sejagat, Sofyan Mohammad, berbicara tentang hukum adat. Menurutnya, hukum adat sekarang mulai terkikis, padahal hukum adat sumber dari aturan positif yang berlaku secara resmi di Indonesia saat ini.

"Hukum adat sebagai sumber hukum nasional," kata Sofyan dalam keterangan tertulisnya, menelaah soal gagasan pembaruan hukum nasional, Jumat (24/1/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengawali penjelasannya dengan deskripsi kondisi zaman sekarang. Dia merasa saat ini sekat-sekat kebudayaan sudah terkikis oleh arus informasi. Hukum adat di masyarakat Indonesia juga terkikis.

"Kebudayaan dan adat istiadat asli milik Indonesia, yang merupakan kekayaan dan identitas kebangsaan, kini berangsur-angsur mulai terkikis, padahal disadari bahwa adat istiadat tersebut merupakan salah satu sumber hukum nasional yang membedakan dengan hukum-hukum di negara lain," kata Sofyan, yang sedang berada di Bali.

ADVERTISEMENT

Hukum adat sebenarnya lebih hidup di masyarakat terkait ketimbang hukum nasional. Meski hukum nasional berbentuk tertulis, itu bukan jaminan hukum adat menjadi 'living law'. Maka, hukum adat yang sudah kuat tidak boleh dibiarkan terkikis, karena hukum adat juga pada dasarnya merupakan inspirasi hukum nasional, berasal dari masa lalu. Sofyan memasukkan kitab hukum tertulis era kerajaan pra-Indonesia sebagai hukum adat, di satu sisi dia juga menyebut hukum adat yang tidak tertulis berjalin dengan hukum agama.

"Misalnya pada zaman Hindu, era Raja Dharmawangsa, aturan hukum tertulis dalam kitab Civacasana, pada zaman Majapahit era Mahapatih Gajahmada (1331-1364) menulis kitab yang disebut Kitab Gajah Mada, pada era Kanaka Patih Majapahit (1413-1430) ada kitab hukum yang disebut dengan kitab Adigama serta di Bali sekitar tahun 1350 juga ditemukan kitab hukum Kutaramanava. Selain itu, masih banyak terdapat kitab hukum kuno yang mengatur kehidupan masyarakat agar tertib hukum," tuturnya.

Tonton juga video Curhat 'Ratu' Keraton Agung Sejagat:

Soal 'living law', masyarakat menaati hukum adat meskipun tidak tertulis dalam lembar negara. Secara filosofis, hukum adat itu sendiri mengandung butir-butir Pancasila, yakni dalam hal aspek religiositas, magis, gotong-royong, musyawarah-mufakat, dan keadilan.

Hukum adat punya patron rohaniwan dan tokoh masyarakat, sedangkan hukum positif punya aparat penegak hukum, termasuk polisi. Dalam hal ini, polisi dalam menjalankan tugasnya juga harus mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan hak asasi manusia, sesuai Pasal 19 dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Hukum adat juga harus dihormati.

"Sifat hukum adat di desa adat sifatnya lex specialis terbatas, yaitu dibatasi oleh wilayah, orang, dan jenis kegiatannya, misalnya di Bali maupun daerah daerah lain di Indonesia masih dapat dijumpai hukum adat yang mana masih terdapat hak-hak yang diakui dalam hukum positif dan hukum nasional. Karena itu, negara mengakui serta menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 18 B ayat 2 UUD NRI 1945)," tutur Sofyan.

Halaman 2 dari 2
(dnu/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads