Polda Metro Jaya membongkar praktik pengobatan sinus secara ilegal di sebuah klinik di Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pengobatan tersebut dilakukan oleh tenaga seorang dokter berinisial LS yang didatangkan dari China.
Dirangkum detikcom, kasus ini terbongkar pada 13 Januari 2020 lalu. Awal mulanya, polisi menerima informasi masyarakat sejak Juli 2019. Menindak lanjuti informasi tersebut, polisi melakukan penyelidikan ke lokasi dan menangkap 2 orang di sana yakni pemilik klinik berinisial A dan dokter LS.
"Pemiliknya inisial A yang buka praktik, tapi dokternya WN asing yang nggak bisa bahasa Indonesia. Saat praktik dia pakai juru bahasa," ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (23/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Klinik ini menawarkan pengobatan sinus tanpa operasi, melainkan hanya dengan menggunakan obat yang dimasukkan ke hidung. Tentunya, obat-obatan yang didatangkan dari China itu tidak terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) alias ilegal.
"Dia menjanjikan nggak perlu operasi tapi ada satu obat dimasukkan ke hidung bisa sembuhkan tanpa operasi," kata Yusri.
Di China, LS memang seorang dokter THT. Hanya saja, LS tidak memiliki izin untuk melakukan praktik pengobatan di Indonesia.
"Memang betul dokter LS ini nggak punya izin praktik. Sudah dicek statusnya memang dokter tapi nggak punya izin praktik di Indonesia," kata Yusri.
LS juga datang ke Indonesia dengan menggunakan visa liburan untuk 3 bulan. Sementara LS sudah berada di Indonesia selama 9 bulan.
"Juga sama bahan obatnya nggak ada izin sama sekali. Bahasa Indonesia juga tidak bisa, dia pakai penerjemah," sambungnya.
Sementara Klinik Utama Cahaya Mentari, disebut Yusri, memang memiliki izin untuk melakukan pengobatan. Saat ini klinik tersebut memiliki sekitar 400 orang pasien. Promosinya disampaikan melalui media brosur hingga media sosial.
Dalam praktiknya, klinik tersebut memasang tarif yang cukup mahal untuk pengobatan yakni sekitar Rp 10 juta untuk sekali pengobatan. Keuntungan yang diperoleh pihak klinik selama 3 bulan beroperasi mencapai miliaran rupiah.
Kasubdit Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Kompol Imran Gultom menyebut, pengobatan sinus yang dilakukan dokter LS bukan melalui operasi. Namun dengan memberikan obat yang disuntikkan melalui hidung.
"Kami mendatangi dan menemukan di lokasi tersangka, bahwa ada pasien yang sedang diobati dan disuntik dan ada obat yang diberikan berupa serbuk. Kita cek serbuk itu belum ada izin edar dari BPOM," jelas Imran.
Sementara itu, Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinkes DKI Jakarta Ani Ruspitawati menjelaskan tata cara dokter asal luar negeri untuk bisa mendapatkan izin praktik di Indonesia. Izin praktik itu wajib dipunyai oleh dokter di Indonesia.
"Pada dasarnya UU mengizinkan warga negara asing untuk melaksanakan beberapa kegiatan praktik, termasuk di antaranya pelayanan kesehatan sepanjang memenuhi ketentuan yang ada di UU," kata Ani kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Ani menyebut dokter tersebut harus lolos dalam proses-proses evaluasi yang dikeluarkan oleh Dinkes. Sang dokter wajib memenuhi etika profesi kedokteran.
"Ketentuanya itu antara lain bahwa yang bersangkutan, pertama harus memiliki izin kerja sesuai UU berlaku kemudian lolos evaluasi. Di dalam evaluasi itu antara lain ada keabsahan ijazah, proses adaptasi dan sehat secara fisik dan mental dan dipastikan mematuhi etika profesi," ungkap Ani.
Dalam kasus dokter LS asal China itu, polisi menyebut LS tidak bisa berbahasa Indonesia. Ani menyebut seharusnya dokter-dokter wajib menguasai bahasa Indonesia jika ingin melakukan praktik di Indonesia.
"Syarat berikutnya mampu berbahasa Indonesia dan paling penting yang bersangkutan memiliki surat registrasi atau STR," kata Ani.
Saat ini kedua tersangka ditahan di Polda Metro Jaya. Atas perbuatan, kedua tersangka dikenakan Pasal 78 junto Pasal 73 ayat 2 dan atau Pasal 75 ayat 3 junto Pasal 32 ayat 1 dan atau Pasal 76 junto Pasal 36 dan atau Pasal 77 junto Pasal 73 ayat 1 UU RI nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Tersangka juga dikenakan Pasal 201 junto 197,198,108 UU RI nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Kedua tersangka terancam hukuman 15 tahun penjara.