Kisah "Pengebom Gila", 16 Tahun Meneror Kota New York

Mesin Waktu

Kisah "Pengebom Gila", 16 Tahun Meneror Kota New York

Pasti Liberti Mappapa - detikNews
Rabu, 22 Jan 2020 19:38 WIB
Foto: Polisi New York menggiring George Metesky (AP)
Jakarta -

Tepat hari ini, 63 tahun yang lalu, George Metesky pelaku teror bom di pusat kota New York, Amerika Serikat ditangkap. Polisi harus bekerja keras selama kurun waktu 16 tahun untuk mengungkap profil teroris keturunan Lithuania yang meletakkan lebih dari 30 bom itu. Tidak ada korban jiwa dari bom-bom tersebut. Namun Metesky berhasil membuat penduduk kota belasan tahun dirundung ketakutan.

Metesky memulai aksinya 18 November 1940. Bom pipa buatannya sendiri diletakkan pada sebuah pembangkit milik perusahaan listrik Consolidated Edison. Namun bom itu gagal meledak. Kasus penemuan itu kemudian dipetieskan karena tak ada petunjuk yang mengarahkan ke siapa pun. Teknisi listrik itu kemudian membuat lagi bom kedua yang juga tak meletus.

Ledakan baru terjadi pada bom Metesky yang ketiga, hampir 11 tahun setelah bom pertamanya. Diletakkan di Grand Central Terminal, stasiun kereta komuter bawah tanah, bom ini tak melukai siapapun. Sejak itu intensitas Metesky membuat bom semakin bertambah. Sepanjang 1951, dia meletakkan bom pipa pada tujuh tempat berbeda termasuk perpustakaan dan gedung teater.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akhir tahun 1956 aksi Metesky semakin gencar. Pada 2 Desember, dia meletakkan bom di Paramount Theater yang sedang memutar film War and Peace. Ledakannya melukai enam orang pengunjung. Bom ini membuat polisi New York memberi julukan "pengebom gila" bagi pengebom yang belum diketahui identitasnya itu. Dalam kondisi nyaris putus asa, polisi meminta bantuan psikiater James Brussel.

Brussel memberi analisis bahwa pelaku berusia antara 40-50 tahun dan kemungkinan besar bujangan, introvert namun cerdik. Pelaku juga disebut punya perilaku sopan dan relijius. "Karyawan atau eks karyawan Consolidated Edison serta kemungkinan seseorang yang tidak tertarik dengan perempuan," tulis Brussel seperti yang dikutip The New York Times.


Di tengah Brussel bekerja untuk menganalisis, Metesky tetap berulah. Dalam bulan Desember itu dia meletakkan dua bom lagi. Terakhir pada 27 Desember 1956, saat sebuah bom kembali ditemukan di Paramount Theater. Berbekal analisis Brussel, polisi lalu meminta Consolidated Edison menyisir data-data karyawan yang diperkirakan memiliki masalah dengan perusahaan itu.

Pertengahan Januari 1957, seorang pegawai menemukan arsip tua yang ditandai dengan tinta merah dengan kata "ketidakadilan" dan "cacat permanen". Arsip itu berisi klaim kompensasi atas nama George P. Metesky.

Kisahnya, Metesky setelah lulus dari sekolah menengah dan kursus montir listrik mendapatkan pekerjaan di Consolidated Edison. Suatu ketika di awal September 1931, dia mengalami kecelakaan kerja saat terkena semburan gas dari sebuah turbin. Uap memenuhi paru-parunya dan membuatnya tercekik. Dia harus menunggu lama untuk mendapatkan pertolongan

Sejak saat itu Metesky sakit-sakitan. Awalnya pneumonia kemudian TBC. Dia harus menghabiskan waktu bertahun-tahun di rumah sakit untuk memulihkan kondisinya itu. Metesky berusaha mendapatkan kompensasi dari perusahaan tapi kalah di pengadilan.

Kemalangan demi kemalangan terus menimpanya. Jika penyakitnya kambuh, dia harus berbaring seharian di tempat tidur dengan kondisi susah bernapas. Akhirnya dia memutuskan meletakkan bom sebagai kompensasi kepahitan yang menimpanya. Dia belajar merakit bom waktu. Sebagai bahan peledak, dia memakai bubuk mesiu dari peluru pistol yang mudah didapatkan.


Ketika hari nyaris berganti pada 21 Januari 1957, sejumlah detektif mendekati rumah Metesky di Waterbury, Connecticut. Dia sendiri yang membuka pintu tersebut. "Saya tahu kenapa kalian di sini," ujarnya pada para detektif itu. "Kalian berpikir saya si Pengebom Gila."

Gambaran Brussel yang juga seorang kriminolog dan asisten komisioner di New York State Commission for Mental Hygiene soal pengebom itu nyaris mendekati profil Metesky sebenarnya. The New Yorker menyebut metode yang dijalankan Brussel ini merupakan cikal bakal teknik identifikasi dengan menganalisis perilaku dan psikologi pelaku.

Tak ada korban tewas akibat bom-bom yang dibuat Matesky itu. Namun total ada 16 orang yang terluka. Metesky kemudian mengakui semua perbuatannya itu. Namun setelah evaluasi kejiwaan dia divonis menderita skizofrenia paranoid.

Karena tidak kompeten untuk diadili, Metesky dimasukkan ke rumah sakit khusus bagi para pelaku kriminal yang menderita gangguan jiwa. Dia kemudian dibebaskan pada Desember 1973 dan wafat 21 tahun kemudian.

Halaman 2 dari 3
(pal/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads