Saat Perdana Menteri Iran Ditembak Remaja Radikal

Mesin Waktu

Saat Perdana Menteri Iran Ditembak Remaja Radikal

Pasti Liberti Mappapa - detikNews
Selasa, 21 Jan 2020 20:11 WIB
Foto: ABC Australia
Jakarta - Tepat 55 tahun lalu, seorang remaja bernama Mohammad Bokharaei menembak Perdana Menteri Iran Hassan Ali Mansur. Mansur yang belum genap satu tahun memegang jabatan perdana menteri itu wafat lima hari kemudian karena luka-luka yang dideritanya.

Mansur punya "darah biru" dalam politik di Iran. Ayahnya, Ali Hassan beberapa kali memegang jabatan menteri dan pernah juga terpilih sebagai perdana menteri. Setelah menyelesaikan studi ilmu politik di Paris, Prancis, Mansur masuk jajaran diplomat Iran pada 1945.


Tugas pertamanya sebagai anggota delegasi Iran dalam konferensi perdamaian di Paris, Prancis. Dia kemudian tinggal sebagai atase di Kedutaan Besar Iran di Paris. Setelah itu, tugasnya berlanjut ke beberapa negara seperti Jerman, dan Takhta Suci Vatikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usai tugas di luar negeri, Mansur kembali ke Teheran. Karier politiknya melesat. Dalam usia 30 tahun dia ditunjuk sebagai kepala kantor Perdana Menteri. Pada 1957, Perdana Menteri Manuchehr Eghbal memilihnya sebagai pimpinan dewan ekonomi dan Deputi Perdana Menteri. Kemudian selanjutnya sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Perdagangan.

Dia kemudian mendirikan Kanoon Motaraghion atau Grup Progresif yang terdiri dari sejumlah intelektual. Kelompok ini menyusun laporan tentang kekurangan-kekurangan birokrasi Iran yang gemuk. Laporan ini juga diikuti rekomendasi pembenahan. Langkah Mansur dan kelompoknya ini menarik perhatian Mohammad Reza Pahlavi, Shah atau raja Iran.

Saat terpilih sebagai anggota dewan, Mansur memperluas kekuatan politiknya dengan membentuk koalisi "New Iran". Dia kemudian terpilih jadi pimpinan koalisi itu. Reza Pahlavi yang terpikat pada pemikiran Mansur lalu menunjuknya menunjuknya sebagai perdana menteri menggantikan Asadollah Alam.

Mansur menarik koleganya yang mayoritas lulusan Eropa dan Amerika Serikat dalam kabinet. Dia memang dikenal dekat dengan AS. The New York Times dalam artikel 22 Januari 1965 menyebutnya sebagai tokoh pembaru Iran. Tak hanya brilian dalam hal politik. Mansur juga disebut memiliki pribadi yang menarik dan ramah.


Sejawatnya pada The Times menyebut Mansur merupakan contoh kesopanan tradisional Persia. "Dia menyapa semua orang yang berpapasan dengannya," ujarnya pada The Times. Namun tak semua orang senang pada kabijakan yang ditempuhnya. Sejumlah politisi tua menyebut, Mansur dan kabinetnya sebagai orang-orang yang belum teruji.

Puncaknya saat Mansur akan berpidato di gedung parlemen. Saat keluar dari mobil, tetiba seorang remaja bernama Mohammad Bokharaei menembaknya. The Times menyebut Bokharaei mengeluarkan lima kali tembakan dalam jarak dekat. Dua diantaranya mengenai leher dan perut Mansur.

Pelajar sekolah menengah usia 17 tahun itu kemudian dibekuk pasukan pengawal. Bokharaei dikenal sebagai pemuda radikal anggota Fadayan-e Islam, kelompok syiah garis keras di Iran.

Mansur segera dilarikan ke rumah sakit dan menjalani operasi. Kondisinya sempat dikabarkan membaik setelah operasi itu. Namun ternyata beberapa hari kemudian, Mansur wafat.

Sejumlah orang ditangkap dengan tuduhan terlibat konspirasi pembunuhan itu. Selain Bokharaei, Public Broadcasting Service (PBS) dalam artikel Ashura 101 menyebut nama Haj Sadegh Amani, Reza Saffar Harandi, and Morteza Niknejad turut dicokok polisi.


Pembunuhan itu disebut berkaitan dengan langkah Hassan menandatangani perjanjian yang memberikan kekebalan kepada penasihat militer AS dan keluarga mereka dari penuntutan di Iran. Parlemen Iran juga meratifikasi perjanjian tersebut.

Ayatollah Ruhollah Khomeini yang baru saja lepas dari tahanan rumah mengkritik keras perjanjian itu. Khomeini menyebut pemerintah dan parlemen Iran menurunkan level orang Iran lebih rendah dari anjing milik orang Amerika Serikat. Reza Pahlavi yang berang akan pidato itu lantas mengasingkan Khomeini ke Turki lalu ke Irak.

Bokharaei dan ketiga kawannya kemudian dijatuhi hukuman mati. The Guardian dalam artikel berjudul 'Ali Akbar Hashemi Rafsanjani Obituary' menyebutkan mantan Presiden Iran Ali Akbar Hashemi Rafsanjani yang juga pengikut setia Khomeini digosipkan menyediakan senjata bagi eksekutor Perdana Menteri Mansur.
Halaman 2 dari 3
(pal/dnu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads